Korporasi : Tidak Semua BUMN Akan Revaluasi Aset

LAUT JAWA, KOMPAS — Paket Kebijakan V tentang revaluasi aset yang diluncurkan pemerintah pada Oktober lalu tidak bisa dilaksanakan oleh semua badan usaha milik negara. Olah karena, tidak semua BUMN mempunyai kondisi keuangan yang sehat sehingga revaluasi aset ini justru akan memberatkan BUMN terkait.

“Tidak semua BUMN akan merevaluasi asetnya. Revaluasi membuat aset BUMN akan meningkat secara buku, tetapi kenyataannya uang BUMN tidak meningkat. Malah justru berkurang karena harus membayar pajak,” demikian dikatakan Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno, di sela-sela penyelenggaraan Focus Group Discussion pekan lalu.
Focus Group Discussion yang diikuti direktur utama dan direktur dari 119 badan usaha milik negara (BUMN) itu diselenggarakan di atas KM Kelud milik PT Pelni (Persero) dalam perjalanan dari Tanjung Priuk-Karimun Jawa, akhir pekan lalu.
Rini mengakui, pemerintah sudah memberikan kelonggaran dengan hanya mengenakan pajak sebesar 3 persen kepada BUMN yang melakukan revaluasi tahun ini. Perusahaan yang melakukan revaluasi aset hingga Juni 2016 akan dikenai pajak 4 persen dan hingga akhir tahun 2016 pajaknya menjadi 6 persen.
“BUMN yang arus kasnya sehat, revaluasi aset tidak masalah. Namun, BUMN yang arus kasnya tidak lancar tentu menjadi beban,” ujar Rini.
Oleh karena itu, saat ini Kementerian BUMN sedang melihat satu per satu kondisi semua BUMN. Apakah BUMN ini perlu revaluasi aset atau tidak.
“Kita harus melihat apa tujuan dari revaluasi aset. Kalau tidak butuh, buat apa. Pada dasarnya, revaluasi aset itu untuk meningkatkan pinjaman karena kita ingin melakukan investasi di segala bidang. Kalau BUMN itu tidak butuh pinjaman, ya, tidak perlu revaluasi aset,” papar Rini.
Dia menjelaskan, saat ini ada dua BUMN yang kemungkinan besar akan melakukan revaluasi aset, yakni PT Krakatau Steel (Persero) Tbk dan PT Perusahaan Listrik Negara. Krakatau Steel, menurut Rini, saat ini mempunyai pinjaman yang besar. Jika melakukan revaluasi aset, kemampuan pinjaman Krakatau Steel akan lebih besar.
Sementara itu, Direktur Utama PT Kimia Farma (Persero) Tbk Rusdi Rosman mengatakan juga sedang mempertimbangkan revaluasi aset untuk dua aset yang dimilikinya. Revaluasi aset ini dibutuhkan karena Kimia Farma ingin investasi membangun dua pabrik tahun depan.
“Ada dua aset yang akan direvaluasi, yakni di Jakarta dan Bandung. Kami sudah mengirim surat ke Kementerian BUMN untuk pengajuan izin dan petunjuk teknis,” ujar Rusdi.
Rusdi menjelaskan, Kimia Farma membutuhkan modal Rp 900 miliar untuk membangun pabrik farmasi di Banjaran Bandung dan pabrik garam farmasi di Jombang. Pabrik farmasi di Banjaran dibutuhkan untuk mengganti pabrik farmasi di tengah Kota Bandung. Adapun pabrik garam farmasi dibangun untuk memenuhi kebutuhan garam farmasi dan garam industri yang selama ini 100 persen diimpor.
“Saat ini kami sudah memiliki garam farmasi berkapasitas 2.000 ton per tahun. Kebutuhan garam farmasi Indonesia mencapai 6.000 ton. Untuk itu, kami akan menambah kapasitas lagi sebesar 4.000 ton agar kita tidak perlu impor garam farmasi lagi,” ujar Rusdi.
Sementara itu, jumlah rumah sakit yang dimiliki dan dikelola BUMN ternyata jumlahnya sangat banyak dan tersebar di banyak daerah di Indonesia. Namun, saat ini pengelolaannya masih sendiri-sendiri sehingga kualitas layanan yang diberikan tidak sama dan tidak ada standar.
“Jumlah rumah sakit BUMN ada 70 buah dan tersebar di banyak daerah. Kami melihat ada potensi bagus apabila disatukan. Bukan disatukan secara perusahaan, melainkan akan dibuat semacam induk virtual,” kata Rini. (ARN)
Kompas 23112015 Hal. 20

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Recent Posts

Comments are closed.