Proyek Bandara : Warga Desa Sukamulya Inginkan Komunikasi Setara

MAJALENGKA, KOMPAS — Warga Desa Sukamulya yang daerahnya terkena pembebasan lahan di Kecamatan Kertajati, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, menginginkan komunikasi yang setara dengan Pemerintah Kabupaten Majalengka menyangkut rencana pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat di Kertajati. Selama ini, warga belum mendapatkan kepastian relokasi, tempat hunian baru, dan jaminan kehidupan yang baik di tempat lain jika mereka meninggalkan desanya.

Koordinator Forum Komunikasi Rakyat Bersatu Menolak BIJB (Bandara Internasional Jawa Barat), Herry Susana Kalangi, Kamis (12/11), mengatakan, kekhawatiran warga yang terbesar adalah menjadi makin miskin dengan pembangunan bandara tersebut. Sebab, selama ini, warga Sukamulya bergantung pada hasil pertanian dan pengelolaan lahan hutan di kawasan itu. Jika lahan desa mereka dijadikan bandara, warga menginginkan kehidupan mereka dijamin tidak lebih miskin.
“Kami ingin tahu dulu bagaimana konsep pemberdayaan warga yang dilakukan oleh pemerintah jika kami mau lahan kami dijadikan lahan bandara. Sebab, hampir sebagian besar warga di sini keberatan jika lahannya dijadikan lahan bandara dengan harga tertentu tanpa kejelasan masa depan. Kalau ada warga yang menjual lahannya kepada pihak proyek bandara, mereka dikenai sanksi sosial oleh warga, yakni dikucilkan, tidak diajak bicara,” ujar Herry.
Ia mengatakan, warga sebenarnya tidak anti pembangunan. Namun, warga menginginkan pemerintah mengajak warga duduk bersama, berkomunikasi membicarakan masa depan warga.
Perubahan lahan desa mereka menjadi bandara sudah pasti mengubah segala sisi kehidupan warga, mulai dari tempat tinggal, lokasi pekerjaan, hingga mata pencarian utama. Warga yang umumnya petani juga ingin memiliki mata pencarian pengganti yang bisa mengganti sawah dan ladang mereka yang dibeli pemerintah untuk proyek bandara tersebut.
“Kami belum tentu mendapatkan tanah yang sama suburnya dengan yang kami miliki saat ini. Oleh karena itu, sebelum kami diajak bicara dan berkomunikasi yang setara, kami akan tetap bertahan di kampung kami,” ujar Herry yang mengaku sering memperoleh perlakuan yang kurang baik dari pihak proyek bandara karena sikapnya tersebut.

Fasilitas desa dipangkas

Sejumlah fasilitas di desa itu pun mulai banyak dipangkas, seperti saluran telepon dan tower atau tiang pemancar telepon seluler. Jalan menuju desa tersebut dari arah Desa Sukakerta, misalnya, kini rusak parah. Sudah lebih dari dua tahun ini jalan tersebut dibiarkan rusak.
Untuk menuju Desa Sukamulya harus mengambil jalan yang lebih jauh, yaitu memutar melalui Desa Pasiripis. Jalan alternatif itu kondisinya lebih baik daripada jalur utama yang melalui Sukakerta.
Warga wilayah lain yang telah menerima uang pembebasan lahan pun kondisinya tidak lebih baik. “Kalau boleh menawar, saat itu kami tidak mau dipindahkan dari kampung kami. Namun, saat itu, semua lahan di sekitar kampung kami sudah dibebaskan. Jadi, kami mau tidak mau menerima pembebasan lahan,” ujar Rasim, Kepala Dusun Dangdeur. Dusun Dangdeur berjarak sekitar 1 kilometer dari Sukamulya.
Bupati Majalengka Sutrisno mengatakan, Majalengka sedang menuju masyarakat industrial. Oleh karena itu, pembangunan bandara di Kertajati amat penting bagi Majalengka. Aktivitas ekonomi diharapkan bisa tumbuh dengan dibangunnya bandara seluas 5.000 hektar itu.

Sutrisno mengatakan, sudah sejak lama ia menjalin komunikasi dengan warga Desa Sukamulya. Hanya saja, perwakilan warga dinilai kurang kooperatif. “Jangan sampai  karena sedikit orang, lalu kepentingan yang lebih besar terkendala,” ujarnya. (rek)

Kompas 13112015 Hal. 23

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Recent Posts

Comments are closed.