JAKARTA, KOMPAS — Pihak swasta yang bergerak di bidang industri baja, khususnya pembuatan tower listrik, menjamin kecukupan pasokan untuk kebutuhan proyek pembangkit listrik 35.000 megawatt. Proyek pembangkit itu diyakini dapat menggairahkan industri baja yang tengah lesu.
Hal itu mengemuka dalam Diskusi Nasional Indonesia Menyala, Rabu (11/11), di Jakarta. Dalam acara yang dihadiri Menteri Perindustrian Saleh Husin itu tampil sebagai narasumber antara lain Ketua Umum Asosiasi Pabrikan Tower Indonesia (Aspatindo) S Hapsari, Presiden Direktur PT Krakatau Steel (Persero) Tbk Sukandar, Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Tengah PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Nasri Sebayang, dan Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Jarman.
Saleh mengatakan, proyek pembangkit listrik 35.000 megawatt (MW) akan membutuhkan 75.000 set tower, pembangunan 1.382 gardu induk, 300.000-an kilometer konduktor aluminium, dan 2.600 set trafo.
“Dalam waktu dekat akan disusun keputusan menteri perindustrian soal standardisasi komponen tower sehingga saat tender sudah ada kejelasan dan peserta tender tak lagi ribut mempersoalkan hal teknis,” kata Saleh.
Dalam sambutan, Hapsari menegaskan, dari 16 perusahaan yang tergabung dalam Aspatindo, kapasitas produksi 470.000 ton per tahun. “Proyek ini sangat membantu dunia industri tower di dalam negeri. Kami siap mendukung dan sanggup memenuhi kebutuhan komponen pembangunan tower dalam proyek 35.000 MW,” kata Hapsari.
Mengenai kebutuhan baja, Sukandar meyakinkan pemerintah tak perlu impor untuk memenuhi kebutuhan baja dalam proyek 35.000 MW. Krakatau Steel dengan kapasitas produksi 1 juta ton per tahun sanggup menyediakan baja dalam berbagai bentuk dan ukuran.
Jarman mengatakan, ketepatan produksi dan kelancaran distribusi untuk pemenuhan kebutuhan komponen dalam proyek 35.000 MW sangat penting. Apabila pasokan tersendat akibat keterlambatan produksi, proyek 35.000 MW bisa terganggu.
Industri Lokal
Pelaku industri di suatu daerah harus meningkatkan daya saing agar mampu mengisi kebutuhan pasar domestik sehingga tidak dibanjiri produk impor. Langkah ini kian relevan, apalagi Masyarakat Ekonomi ASEAN akan berlaku awal 2016 atau tinggal satu tahun enam bulan lagi.
“Indonesia punya kekuatan. Apalagi, setiap daerah pasti memiliki sektor-sektor unggulan,” kata Menteri Perindustrian Saleh Husin pada Konvensi Nasional Gugus Kendali Mutu-Industri Kecil dan Menengah di Padang, Selasa malam. (APO/CAS)
Kompas 12112015 Hal. 18