JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah berjanji menggulirkan sejumlah insentif bagi industri pengolahan ikan di Tanah Air. Investasi pengolahan ikan juga akan dibuka bagi investor asing. Langkah ini merupakan strategi utama untuk membangun industri kelautan dan perikanan.
Investasi baru yang masuk tersebut akan meningkatkan produksi dan daya saing industri kelautan dan perikanan.
“Dengan pemberian insentif, usaha pengolahan ikan diharapkan berkembang dan menyerap hasil tangkapan nelayan dengan harga layak,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dalam “Indonesian Fisheries Investment Forum” di Jakarta, Rabu (11/11).
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menargetkan investasi sektor kelautan dan perikanan pada 2016-2019 mencapai Rp 95 triliun.
Peluang penanaman modal asing masuk ke industri pengolahan ikan diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen-KP) Nomor 17 Tahun 2015. Permen-KP itu tentang kriteria dan/atau persyaratan pemberian fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu pada sektor kelautan dan perikanan.
Aturan itu antara lain menyebutkan, penanaman modal baru oleh wajib pajak badan dalam negeri untuk bidang usaha kelautan dan perikanan memperoleh fasilitas pajak penghasilan dengan kriteria memiliki nilai investasi tinggi atau untuk ekspor, atau memiliki penyerapan tenaga kerja yang besar.
Susi menambahkan, insentif yang diusulkan bagi industri pengolahan ikan antara lain penghapusan bea masuk impor untuk barang-barang modal pengolahan ikan.
Pengembangan industri pengolahan ikan yang akan didorong antara lain pembekuan ikan, ikan kaleng, ikan beku bernilai tambah, serta ikan hidup dan segar bernilai tinggi.
Terkait tuna, distribusi ikan segar untuk ekspor akan dioptimalkan melalui transportasi udara di wilayah timur dan barat Indonesia, antara lain di Sabang (Aceh), Tahuna (Sulawesi Utara), dan Morotai (Maluku Utara). Meski demikian, izin usaha pabrik pengalengan ikan tidak akan ditambah. Sebab, industri pengolahan lokal masih kekurangan bahan baku.
Ketua Umum Asosiasi Pengalengan Ikan Indonesia (Apiki) Hendri Sutandinata mengemukakan, volume bahan baku dari dalam negeri belum mencukupi.
“Dibukanya investasi asing untuk pengolahan ikan dikhawatirkan memukul daya saing pengusaha lokal,” kata Hendri.
Tantang pengusaha
Susi mengemukakan, kekurangan ikan dalam industri pengolahan dapat diatasi melalui kemitraan dengan nelayan di daerah yang ikannya berlimpah. Sejak penghentian sementara atau moratorium kapal ikan buatan luar negeri, hasil tangkapan ikan di sejumlah wilayah berlimpah, seperti di perairan utara Sulawesi dan Sumatera.
Susi menambahkan, tangkapan yang melimpah harus ditunjang pemasaran dan nilai tambah. Pengusaha pengolahan ikan di dalam negeri yang keberatan dengan masuknya investor asing harus membuktikan punya rencana bisnis. “Buktikan pengusaha lokal punya rencana bisnis dalam lima tahun ke depan. Jangan sampai ikan nelayan banyak, tapi enggak bisa diolah,” ujarnya.
Di sisi lain, kompetisi dalam industri pengolahan akan mendorong efisiensi.
Kepala Pusat Bantuan Hukum Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Riyatno mengemukakan, pembukaan investasi asing untuk pengolahan ikan telah sesuai dengan kebijakan kementerian/lembaga. Pihaknya juga melarang investasi asing untuk usaha perikanan tangkap.
Bentuk insentif antara lain industri pengolahan ikan dan udang yang memperluas bisnis akan memperoleh keringanan pajak. (LKT)
Kompas 12112015 Hal. 18