JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah memberikan insentif, fasilitas, dan kemudahan berusaha di kawasan ekonomi khusus. Langkah ini untuk memberikan kepastian sekaligus daya tarik bagi penanam modal, serta mendorong keterpaduan untuk menciptakan iklim investasi yang baik.
Upaya menggerakkan perekonomian di wilayah pinggiran melalui pengembangan kawasan ekonomi khusus (KEK) itu digulirkan melalui paket kebijakan ekonomi VI. Pemerintah juga menerbitkan regulasi terkait penyediaan air secara berkelanjutan dan berkeadilan, serta regulasi penyederhanaan perizinan di Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
Paket kebijakan ekonomi VI diumumkan, Kamis (5/11), seusai rapat kabinet terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Presiden, Jakarta. Pengumuman disampaikan Sekretaris Kabinet Pramono Anung dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution.
“Paket kebijakan ini mudah-mudahan membuat dunia usaha semakin bergairah, membuka lapangan kerja, dan membuat dunia usaha atau kesempatan orang bekerja makin baik di negeri kita,” kata Pramono.
Menurut Darmin, ada sembilan fasilitas atau kemudahan yang diberikan pemerintah di KEK. Fasilitas itu di antaranya insentif pengurangan pajak penghasilan (PPh) 20-100 persen, kepemilikan properti bagi asing, pengurangan pajak 50-100 persen pada pembangunan dan hiburan dalam kegiatan pariwisata, serta pengaturan ketenagakerjaan di KEK.
Ada juga kemudahan layanan imigrasi, pertanahan, dan perizinan. Pengaturan tentang pemberian fasilitas itu akan tertuang dalam peraturan pemerintah.
Terkait penyediaan air berkelanjutan, pemerintah merancang peraturan pengusahaan sumber daya air serta sistem penyediaan air minum. Ketentuan ini menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
Adapun sistem dalam jaringan memperpendek proses perizinan impor obat-obatan, dari 8 jam menjadi 5,7 jam.
Tidak efektif
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, paket kebijakan ekonomi VI yang memberikan insentif fiskal dan nonfiskal bagi KEK dinilai tidak akan efektif, sepanjang persoalan utama KEK belum terpecahkan. Persoalan utama itu adalah ketersediaan infrastruktur dasar dan logistik. Selama ini, infrastruktur dasar di KEK masih belum memadai, di antaranya ketersediaan listrik dan air bersih.
Enny mencontohkan, KEK Sei Mangkei di Sumatera Utara yang hingga kini belum menuntaskan pembangunan rel kereta ke Pelabuhan Kuala Tanjung. Kapasitas Pelabuhan Kuala Tanjung juga masih sangat terbatas.
“Sekalipun pemerintah jorjoran memberikan insentif usaha di KEK, tetapi jika infrastruktur dasar kawasan tidak siap, swasta tidak akan tertarik,” ujar Enny.
Sementara itu, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Real Estat Indonesia (REI) Eddy Hussy mengemukakan, paket-paket kebijakan ekonomi berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi, termasuk soal insentif bagi kepemilikan properti bagi orang asing di KEK. Namun, pihaknya masih menunggu petunjuk teknis. (NDY/WHY/LKT)
Kompas 06112015 Hal. 17