Pembiayaan : Kredit Perbankan Perlu Sasar Hulu Perikanan

JAKARTA, KOMPAS — Penyaluran kredit untuk sektor kelautan dan perikanan dinilai masih cenderung tebang pilih dan belum banyak menyentuh pelaku usaha di sektor hulu, seperti nelayan, petambak, dan pembudidaya ikan.

Asosiasi Pengusaha Pengelolaan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) Thomas Darmawan, di Jakarta, Selasa (4/11), mengemukakan, perbankan umumnya lebih percaya pada sektor hilir perikanan, yakni industri pengolahan ikan.
Di sisi lain, pembiayaan untuk perikanan tangkap dan budidaya yang menjadi pemasok utama kebutuhan konsumsi, industri, dan ekspor masih cenderung lemah. Industri pengolahan sudah diminta untuk menjadi penjamin bagi petambak dan nelayan dalam akses permodalan ke perbankan. Namun, fungsi itu nyaris tak berjalan.
“Bank perlu masuk ke wilayah perikanan budidaya untuk bisa mendongkrak produksi untuk kebutuhan industri. Diperlukan terobosan agar akses kredit di sektor hulu perikanan bisa meningkat,” kata Thomas.
Sebelumnya, Deputi Komisioner Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan Mulya Siregar mengatakan, total kredit ke sektor kelautan dan perikanan yang dikucurkan 8 bank mitra hingga September 2015 mencapai Rp 4,411 triliun. Jumlah itu setara dengan 82 persen dari komitmen kredit untuk sektor tersebut sepanjang 2015.
Pertumbuhan kredit untuk sektor kelautan dan perikanan pada September 2015 mencapai 12,4 persen dibandingkan dengan besaran kredit untuk sektor yang sama per Desember 2014. Rasio kredit bermasalah (NPL) sektor kelautan dan perikanan sebesar 2,13 persen (gros). Rasio NPL ini lebih kecil dibandingkan dengan NPL industri perbankan yang mencapai 2,7 persen.
Menurut Thomas, terobosan yang perlu dilakukan, menghidupkan kembali koperasi, kelompok nelayan, atau badan usaha milik desa sebagai penghubung akses permodalan ke perbankan dan kemitraan dengan industri pengolahan. Penguatan koperasi akan bisa mengambil alih peran pedagang atau tengkulak yang selama ini menguasai rantai perdagangan dan permodalan pelaku usaha perikanan.
Ketua Harian Asosiasi Pengalengan Ikan Indonesia (APIKI) Ady Surya menilai rendahnya akses perbankan menyebabkan nelayan mengandalkan tengkulak dalam pemenuhan kebutuhan permodalan. “Peran tengkulak dalam permodalan cenderung lebih besar daripada negara dan perbankan,” ujarnya.
Selama ini, kendala utama penyaluran kredit adalah persyaratan agunan dan tingginya suku bunga kredit. Dicontohkan, kapal kayu nelayan hingga kini tidak bisa diterima sebagai agunan permodalan karena dianggap berisiko tinggi. Sementara itu, kredit usaha rakyat (KUR) di sektor perikanan masih mensyaratkan agunan senilai 30 persen dari plafon kredit.
Suku bunga kredit perbankan di dalam negeri jauh lebih tinggi daripada suku bunga kredit di Malaysia dan Thailand yang di bawah 10 persen. “Keseriusan negara mendukung poros maritim di bidang perikanan masih perlu dibuktikan,” kata Ady.

(LKT)

Kompas 05112015 Hal. 17

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Recent Posts

Comments are closed.