Hadapi ASEAN Open Sky : Maskapai Butuh Dua Insentif

JAKARTA – Maskapai penerbangan nasional masih membutuhkan setidaknya dua insentif fiskal tambahan dari pemerintah untuk meningkatkan daya saing dalam menghadapai Asean Open Sky (AOS) yang mulai diterapkan pada Desember 2015. Kedua insentif fiskal tersebut berupa penghapusan bea masuk untuk impor suku cadang dan komponen pesawat serta keringanan untuk pajak pengoperasian pesawat sewa.
Ketua Umum Indonesia National Air Carrier Association (INACA) Arif Wibowo mengatakan, sebenarnya pemerintah sudah mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk meningkatkan daya saingmaskapai penerbangan nasional guna menghadapi open sky. Beberapa kebijakan itu antara lain pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk impor pesawat dan suku cadangnya hingga penurunan harga avtur.
“Tetapi, kami sebenarnya menginginkan lagi agar bea masuknya juga dibebaskan serta untuk pajak operating lease pun bisa dibantu pemerintah (untuk diringankan),” terang Arif di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Dia menerangkan bahwa pemangku kebijakan pun menerapkan adanya pembebasan bea masuk untuk impor empat komponen pesawat. Tetapi, hal tersebut masih perlu dibuat petunjuk pelaksanaannya. “Kami masih meminta untuk pelaksanaan teknisnya diperjelas, karena itu prosesnya hampir sama dalam mengurus bea masuk ditanggung pemerintah,” terang Arif.
Ketua Bidang Penerbangan Berjadwal INACA Bayu Sutanto sebelumnya menjelaskan, dampak pemberlakuan pembebasan bea masuk bisa sangat besar bagi maskapai. Salah satunya adalah berkurangnya biaya perawatan pesawat karena ditunjang dengan harga komponen dan suku cadang yang turun. “Biayamaintenance turun dan proses impornya efisien, sehingga memperbaiki daya saing maskapai nasional menghadapi Asean Open Sky,” ungkapnya.
66 Juta Sementara itu, Arif mengemukakan, dengan dibukanya langit Asean, maka potensi penumpang yang bisa diangkut pun kian bertambah. Dia memperkirakan, bakal ada 66 juta penumpang yang diperebutkan. Dari jumlah tersebut, sekitar 30 juta penumpang di antaranya terbang terhubung dengan wilayah Indonesia, khususnya Jakarta dan Denpasar.
“Open Sky harus kita lihat sebagai opportunity untuk menambah kapasitas. Size of trafficnya sekitar 66 juta penumpang dan sekitar 30 juta penumpang itu ada link dengan kota-kota di Indonesia. Jadi, sebenarnya untuk Open Sky, backbone-nya itu adalah Indonesia. Karena itu, maskapai kita harus memegang untuk Open Sky,” kata Arif.
Sebagaimana diketahui, dalam Asean Open Sky, Indonesia akan membuka lima bandara untuk penerbangan Asean. Kelima bandara itu ialah Soekarno Hatta, Ngurah Rai, (Denpasar) Kualanamu (Medan), Juanda (Surabaya), dan Hasanuddin (Makassar).
Menurut Arif, dari kelima bandara tersebut, hanya Bandara Soetta yang menerapkan pemberlakukan unlimited untuk Asean Open Sky ini, yaitu adanya hak penerbangan kelima di mana penerbangan dari negara asal maskapai ke negara lain dengan pemberhentian di negara antara, untukmenaikkan dan menurunkan penumpang ataupun barang.
Arif menjelaskan, untuk meningkatkan daya saing, operator penerbangan Tanah Air perlu menguatkan kondisi internal perusahaan. “Yangnamanyapersaingan itu sebenarnya lebih banyak berkaitan dengan pembenahan secara internal,” imbuh dia. (esa)
Investor Daily, Senin, 2 November 2015, Hal. 26

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.