JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Kelautan dan Perikanan berencana mengubah ketentuan pungutan hasil perikanan yang semula dibayarkan di depan menjadi dibayar di belakang berdasarkan hasil tangkapan ikan. Kementerian ini akan menampung keberatan pelaku usaha.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, di Jakarta, Selasa (27/10), mengemukakan, tarif pungutan hasil perikanan (PHP) terhadap kapal penangkapan ikan dan/atau kapal pendukung operasi penangkapan ikan yang baru atau perpanjangan izin kapal akan dibayarkan setiap tahun di belakang. PHP tidak berlaku untuk kapal penangkapan ikan berukuran di bawah 10 GT.
Pemerintah menaikkan tarif PHP terhadap kapal penangkapan ikan dan/atau kapal pendukung operasi penangkapan ikan hingga 10 kali lipat. PHP merupakan bagian dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Untuk usaha perikanan tangkap skala besar, PHP naik dari 2,5 persen menjadi 25 persen, usaha skala kecil naik dari 1,5 persen menjadi 5 persen, sedangkan PHP untuk usaha skala menengah ditetapkan sebesar 10 persen.
Pungutan itu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 75 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada KKP yang diundangkan pada 7 Oktober 2015 dan berlaku efektif mulai 7 Desember 2015. Berdasarkan ketentuan tersebut, PHP dibayar setiap tahun dan dipungut di depan.
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Narmoko Prasmadji mengemukakan, pihaknya segera memanggil asosiasi pelaku usaha pada pekan depan untuk melakukan sosialisasi kebijakan PHP, serta menampung keberatan pelaku usaha terkait lonjakan tarif PHP.
Pihaknya juga sedang menyusun peraturan menteri tentang skala usaha perikanan tangkap. Kriteria skala usaha perikanan tangkap yang dikenai PHP diusulkan untuk skala menengah, yakni kapal berukuran 30-50 gros ton (GT), sedangkan skala besar di atas 50 GT.
Meski PHP dibayarkan di belakang, lanjut Narmoko, tetap ada kewajiban bagi pelaku usaha untuk membayar uang jaminan sesuai kuota tangkapan ikan, sedangkan sisanya dibayar setelah diperoleh hasil tangkapan.
Secara terpisah, Ketua Umum Gabungan Asosiasi Pengusaha Perikanan Indonesia (Gappindo) Herwindo mengemukakan, tidak mungkin KKP mengubah ketentuan PHP yang telah diamanatkan oleh PP No 75/2015. Apalagi pembayaran PHP selama ini menjadi salah satu syarat untuk memperoleh izin penangkapan ikan.
Ia menyayangkan penyesuaian tarif PHP yang diterbitkan tanpa melibatkan aspirasi pelaku usaha.
Tanpa peradilan
Pemerintah kembali akan menenggelamkan enam kapal ikan ilegal asal Vietnam. Kapal-kapal asing tersebut ditenggelamkan tanpa melalui proses peradilan.
Susi Pudjiastuti mengemukakan, penenggelaman terhadap enam kapal Vietnam itu, menurut rencana, dilaksanakan pada 29 Oktober. (LKT)
Kompas 28102015 Hal. 19