Energi Terbarukan : Terlalu Mahal, Pengembangan Panas Bumi Tak Optimal

JAKARTA, KOMPAS — Pengembangan pembangkit listrik energi terbarukan dari tenaga panas bumi belum optimal. Penyebabnya antara lain adalah tarif listrik dari energi terbarukan yang terlampau mahal, kendala perizinan, dan pembebasan lahan yang berlarut-larut.

Kondisi ini membuat investor kurang berminat untuk terlibat dalam bisnis di sektor itu.
Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Sofyan Basir pada peringatan Hari Listrik Nasional ke-70, Selasa (27/10), di Jakarta, mengemukakan, pengembangan tenaga panas bumi untuk listrik memiliki tantangan berat. Sebab, investasi yang diperlukan mahal dan berisiko tinggi.
“Kami paham risiko pengembangan energi baru terbarukan untuk listrik, terutama yang dari panas bumi. Namun, tenaga panas bumi sebaiknya tetap terus dikembangkan karena potensinya sangat besar, tetapi pemanfaatannya masih sedikit,” kata Sofyan.
Potensi panas bumi, lanjut Sofyan, sekitar 28.000 megawatt (MW). Namun, yang termanfaatkan baru sekitar 1.400 MW. Untuk itu, swasta perlu lebih banyak berperan mengembangkan panas bumi di Indonesia.
Sofyan juga meminta dukungan pemerintah, terutama dalam penetapan tarif listrik dari tenaga panas bumi. Saat ini, proses mencapai kesepakatan tarif antara investor dan PLN masih alot.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Ketenagalistrikan pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ronggo Kuncahyo menambahkan, Indonesia sudah berkomitmen meningkatkan pemakaian energi baru terbarukan. Hal ini sejalan dengan komitmen mengurangi emisi gas rumah kaca 25 persen sampai 2020. “Perlu dukungan dan keterlibatan banyak pihak untuk mengatasi masalah, antara lain perizinan,” ujar Ronggo.
Wakil Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia Prijandaru Effendi mengatakan, untuk pengeboran eksplorasi panas bumi dibutuhkan 46 jenis perizinan. Untuk mendapatkan izin, perlu rekomendasi. (APO)
Kompas 28102015 Hal. 18

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Recent Posts

Comments are closed.