Akhir pekan lalu, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menyaksikan penandatanganan nota kesepahaman di Washington DC, Amerika Serikat. Kesepahaman dijalin Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Republik Indonesia dengan Federal Aviation Administration Department of Transportation United States of America.
Sekilas acara ini tak ubahnya seperti serangkaian seremoni lainnya. Perwakilan tiap pihak duduk bersebelahan di meja menorehkan pena menandatangani klausul kerja sama. Saling berbagi lembaran dokumen nota bersalut kulit-dengan salinan dwibahasa-pun menjadi pamungkas acara. Namun, apabila dicermati penandatanganan kali ini bernilai strategis.
Melalui kerja sama ini, Indonesia dan AS dapat berkolaborasi antara lain dalam mendorong pengembangan bahan bakar nabati untuk kebutuhan penerbangan sipil. Kecenderungan pertumbuhan penerbangan sipil yang terus meningkat menjadikan inisiatif kerja sama ini kian relevan.
AS merupakan negara dengan penguasaan teknologi andal di berbagai bidang. Posisi kuat negara adidaya tersebut dalam penentuan beragam standar pun tak diragukan. Di sisi lain Indonesia saat ini merupakan produsen besar sawit dunia. Merujuk data Kementerian Perindustrian (2014), industri pengolahan sawit di Indonesia telah mampu mengolah 154 dari total 300 jenis lebih produk hilir minyak sawit. Bahkan, olahan tersebut meliputi pula produk bernilai tinggi seperti bahan baku plastik ramah lingkungan dan bahan bakar jet nabati atau bioavtur.
Jamak diketahui nilai tambah produk turunan melalui hilirisasi industri akan meningkat berkali lipat dibandingkan dengan kalau hanya dijual dalam bentuk minyak sawit mentah.
Selain sebagai upaya menghindar dari harga anjlok ketika terjadi fluktuasi di pasar dunia, pengolahan sawit sebagai bahan bakar nabati tersebut pun memberikan jaminan keberlanjutan.
Jangan pula dilupakan, beberapa bulan lalu Indonesia dan Malaysia-dua negara penguasa 85 persen total produksi atau pasokan minyak sawit mentah dunia-telah pula bersepakat memperkuat industri hilir sawit.
Potensi kekuatan Indonesia akan kian berganda apabila mampu menggandeng kerja sama dengan negara pemilik teknologi tinggi, seperti AS. Limpahan sumber bahan bakar alternatif seperti sawit, jarak, tebu, dan lainnya di Indonesia akan dapat dioptimalkan pemanfaatannya melalui penerapan teknologi yang menjanjikan.
Penggunaan bahan bakar fosil akan kian berkurang disubstitusi bahan bakar alternatif yang berkelanjutan. Emisi karbon dapat ditekan. Lingkungan lebih sehat pada masa mendatang pun bukan lagi impian.
Inisiatif-inisiatif kerja sama yang melibatkan Indonesia sebagai pelaku utama seperti ini menunjukkan sebuah ikhtiar peningkatan posisi tawar di kancah global. Saatnya menggandakan kekuatan. (C ANTO SAPTOWALYONO)
Kompas 27102015 Hal. 17