JAKARTA, KOMPAS — PT Aneka Tambang (Persero) Tbk siap menyerap divestasi saham PT Freeport Indonesia apabila mendapat mandat dari pemerintah. Aneka Tambang juga sanggup dalam mengelola tambang bawah tanah seperti yang dikerjakan Freeport Indonesia di Papua.
Direktur Utama Aneka Tambang (Antam) Tedy Badrujaman menyatakan kesiapan perusahaan yang ia pimpin untuk membeli saham yang bakal dilepas Freeport Indonesia. Ia mengungkapkan hal itu dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR, Rabu (21/10), di Jakarta.
Rencana divestasi saham milik Freeport Indonesia pada tahun 2015 ini sebesar 10,64 persen. Divestasi saham Freeport Indonesia ini ditekankan harus memberi manfaat bagi Indonesia.
“Kami siap ambil divestasi (saham Freeport Indonesia). Soal dana, sudah ada beberapa pihak yang menyatakan berniat memberi pinjaman,” kata Tedy menjawab pertanyaan anggota Komisi VII dari Partai Kebangkitan Bangsa, Agus Sulistiyono, tentang kesiapan Antam jika diminta mengambil pelepasan saham Freeport Indonesia.
Tedy menambahkan, secara resmi, pihaknya belum ditunjuk pemerintah untuk membeli saham yang akan dilepas Freeport Indonesia tersebut. Selain itu, sempat muncul wacana divestasi saham Freeport Indonesia melalui mekanisme penawaran saham perdana kepada publik (initial public offering/IPO).
Arahan pemerintah
“Yang penting sekarang bagaimana pengambilalihan (saham) ini. Pemerintah arahnya ke mana? Istilahnya ada BUMN yang ditunjuk dan ada juga mekanisme IPO. Itu, kan, belum (jelas keputusannya),” ucap Tedy.
Anggota Komisi VII DPR dari Partai Nasional Demokrat, Kurtubi, berpendapat, divestasi saham Freeport Indonesia sebaiknya tak melalui mekanisme IPO. Sebab, apabila ditawarkan kepada publik di bursa, bisa saja saham tersebut dibeli pihak asing.
Wakil Ketua Komisi VII Satya Widya Yudha menegaskan, maksud dan tujuan dari divestasi saham Freeport Indonesia agar kepemilikan negara menjadi lebih besar. Apabila BUMN tidak bisa mengambil divestasi saham itu, bisa diserahkan ke daerah.
“Apabila daerah tidak sanggup, bisa diserahkan kepada swasta nasional. Kalau lewat IPO, apa bisa menjamin sepenuhnya menjadi milik nasional? Apabila syarat IPO diperketat, yaitu harus dibeli swasta nasional, itu namanya bukan IPO. Sebab, publik dalam hal ini siapa saja, bisa membeli saham yang ditawarkan,” kata Satya.
Secara terpisah, Vice President Corporate Communication PT Freeport Indonesia Riza Pratama mengatakan, soal divestasi saham itu sudah menjadi komitmen perusahaan. Namun, mengenai mekanisme divestasi masih menunggu keputusan pemerintah.
“Kami masih menunggu konstruksi hukum dan mekanisme yang jelas dari pemerintah (dalam hal divestasi saham Freeport Indonesia),” kata Riza.
Pasal 112 UU Nomor 4 Tahun 2009 soal Pertambangan Mineral dan Batubara menyebutkan, setelah lima tahun berproduksi, badan usaha pemegang izin usaha pertambangan (IUP) dan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) milik asing wajib mendivestasi saham pada pemerintah, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, atau swasta nasional.
Penjelasan rinci soal divestasi diatur lewat Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Saat ini, saham Pemerintah Indonesia di Freeport Indonesia sebesar 9,36 persen.
Kontrak karya PT Freeport Indonesia di Papua akan berakhir tahun 2021. Pemerintah sudah menjamin Freeport Indonesia bisa memperpanjang operasi mereka di Papua. Apabila kontrak berakhir, status operasi PT Freeport Indonesia berganti menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK) dengan perpanjangan operasi sampai 20 tahun. (APO)
Kompas 22102015 Hal. 20