JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah perlu menentukan pelabuhan tujuan impor tekstil dan produk tekstil untuk memerangi impor ilegal. Pelabuhan-pelabuhan itu harus diperkuat dengan sistem perizinan dan pengawasan melalui portal Indonesia National Single Window.
Di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) batik, pemerintah sudah menentukan pelabuhan tujuan impor. Dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 Tahun 2015 tentang Ketentuan Impor TPT Batik dan Motif Batik disebutkan, pelabuhan itu hanya di Pelabuhan Belawan di Medan, Tanjung Perak di Surabaya, Soekarno-Hatta di Makassar, dan pelabuhan udara di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTOPengunjung memilih pakaian di sentra penjualan pakaian bekas impor kawasan Senen, Jakarta, Minggu (18/10). Untuk mendorong pertumbuhan industri nasional, pemerintah memerangi barang selundupan atau impor ilegal, terutama tekstil.
“Dengan ketentuan seperti itu, pengawasan akan mudah dilakukan. Jika ada impor tekstil dan produk tekstil masuk pelabuhan lain di luar pelabuhan yang ditetapkan, sudah pasti itu ilegal,” kata Sekretaris Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ernovian G Ismy, kepada Kompas, Minggu (18/10).
Hal itu disampaikan terkait dengan komitmen pemerintah memerangi impor ilegal yang mengancam industri nasional. Salah satunya di sektor industri TPT. Impor ilegal TPT terjadi baik di pelabuhan resmi maupun pelabuhan-pelabuhan tikus. Pada Jumat pekan lalu, pemerintah membongkar penyelundupan empat peti kemas berisi 3.519 gulungan tekstil asal Tiongkok senilai 1,02 juta dollar AS.
Menurut Ernovian, pengelola pelabuhan dan peti kemas juga perlu menerapkan segel peti kemas elektronik sebagai pengganti segel stiker kertas. Segel tersebut mempunyai keunggulan karena mudah dipantau dan dilacak menggunakan global positioning system (GPS).
API juga berharap ada perbaikan kinerja dan komitmen pemerintah di pelabuhan. Dalam kasus impor ilegal, pasti ada oknum-oknum petugas yang terlibat. “Dari sisi API, kami akan mendata dan mendaftarkan anggota ke dalam INSW. Kami juga akan memberikan laporan kinerja ekspor-impor yang diminta pemerintah,” katanya.
Berdasarkan data API, nilai impor TPT ilegal sejak 2011 hingga Februari 2015 adalah Rp 29 triliun. Hal itu berdasarkan perbandingan jumlah produksi dalam negeri dan impor ilegal dengan jumlah barang yang beredar di pasar. Jika dirata-rata, nilai impor TPT ilegal per tahun diperkirakan Rp 5,8 triliun.
Terpantau
Menurut Deputi Bidang Pengembangan dan Operasional Sistem Pengelola Portal Indonesia National Single Window Muwasiq M Noor, impor ilegal marak terjadi selama perizinan, mulai dari kapal bersandar hingga barang keluar pelabuhan, masih manual.
Dalam kasus tekstil, dokumen yang biasa dipalsukan adalah dokumen pemberitahuan impor barang. Jika data itu masuk INSW, data pasti akan diolah melalui sistem. “Nanti, kelihatan perilaku dan polanya sehingga bisa diperkirakan terjadinya potensi penyelundupan,” ujar Muwasiq.
Di pelabuhan yang sudah menerapkan INSW, lanjut Muwasiq, pola seperti itu pasti terpantau. Namun, dari 120 pelabuhan, baru 16 pelabuhan yang sudah terintegrasi dengan INSW. “Ke depan, kami berharap bisa terintegrasi semua,” katanya. (HEN)
Kompas 19102015 Hal. 18