Said Sidu: IPO Freeport Tak Langgar UU Minerba

JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan mekanisme penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) PT Freeport Indonesia tidak melanggar Undang-Undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Staf Khusus Menteri ESDM Said Didu mengatakan ketentuan IPO sudah diatur dalam UU Pasar Modal dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Namun dia mengatakan, penerapan mekanisme IPO harus dikonsultasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Demi menghindari dinamika politikmaka sebaiknya dikonsultasikan ke DPR. Yang dikonsultasikan itumekanisme yang akan dipilih, bukan proses IPO-nya,” kata Said kepada Investor Daily di Jakarta, Kamis (15/10).
Said menuturkan kepastian penawaran saham tersebut harus menjadi keputusan pemerintah dan yang lebih menentukan mekanisme yang dipilih adalah Menteri Keuangan. Pasalnya divestasi ini adalah hak negara untuk membeli artiannya apakah hak tersebut digunakan atau tidak. Keputusan pemerintah yang dimaksud ialah keputusan bersama Menteri-Menteri terkait terutama Menteri Keuangan dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
“Tidak perlu peraturanmenteri. Saat diputuskan IPO maka aturan yang berlaku adalah UU Pasar Modal dan peraturan OJK. Semua aturan IPO sudah lengkap dan kita sudah sering melakukan IPO,” jelasnya. Dia mengatakan, Pasar Modal dan OJK bisa mengeluarkan aturan yangmembatasi pembeli saham. Maksudnya saham yang ditawarkan Freeport itu hanya diperbolehkan bagi warga negara Indonesia. Dengan aturan itu maka bisa menepis kekhawatiran adanya pihak asing yangmenguasai sahamFreeport.
Lebih lanjut Said mengakui dalam UUMinerba tidak memuat ketentuan mengenai IPO. UU tersebut menyatakan penawaran saham ditawarkan kepada pemerintah, pemerintah daerah, BUMN, Badan Usaha Milik Daerah serta badan usaha swasta nasional. Namun dia mengklaim penerapan IPO nanti tidak akan melanggar UU tersebut. “Tidak ada aturan bukan berarti melanggar,” tegasnya.
Divestasi sahamFreeport mulai berlaku pada 14 Oktober kemarin. Hal ini mengacu pada Peraturan Pemerintah No 77 Tahun 2014 tentang tentang Pelaksanaan Usaha Kegiatan Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam peraturan itu disebutkan divestasi dilakukan pada tahun pertama setelah diundangkannya PP tersebut. PP 77 diundangkan pada 14 Oktober 2014.
Pada saat ini pemerintah telah memiliki 9,36% saham Freeport Indonesia. Berdasarkan PP 77 dinyatakan besaran divestasi Freeport sebesar 30%. Pasalnya dalam beleid itu disebutkan kegiatan pertambangan bawah tanah (underground) kewajiban divestasi sebesar 30%.
Masih dalam PP tersebut dikatakan Freeport harus melepas 20% sahamnya pada mulai Oktober ini. Lantaran pemerintah telahmemiliki 9,36%maka Freeport melepas 10,64% saham. Sedangkan 10% sisanya ditawarkan pada tahun kelima setelah diundangkannya PP 77 tersebut. Mekanisme penawaran saham dalam PP itu dilakukan secara berjenjang. Pemerintah mendapat kesempatan pertama dari penawaran itu. Jika pemerintah tidak berminat maka bisa ditawarkan kepada BUMN maupun BUMD. Namun jika BUMN dan BUMD tidak tertarik membeli saham tersebut maka ditawarkan kepada badan usaha swasta nasional.
Secara terpisah, juru bicara Freeport Indonesia Riza Pratama mengaku belum tahu apakah pihaknya sudah melayangkan penawaran saham kepada pemerintah. “Saya cek dulu. Setahu saya belum,” ujarnya.
Riza mengungkapkan pihaknya menginginkan divestasi saham dilakukan melalui IPO. Namun Freeport menyadari ketentuan IPO tidak diatur dalam ketentuan pertambangan. Oleh sebab Freeport tetap mengikuti mekanisme divestasi yang diputuskan pemerintah. “IPO lebih transparan. Kami lebih prefer (memilih) IPO,” ujarnya.
Investor Daily, Jumat 16 Oktober 2015, Hal. 9

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.