SURABAYA – Kementerian Perhubungan menyatakan penilaian standar keselamatan penerbangan dari Federal Aviation Administration (FAA) yang berpusat di Amerika Serikat akan dilakukan pada kuartal I-2016.
“Kami sudah menyurati auditor dari FAA untuk dilakukan penilaian karenacorrective action plankita hampir seluruhnya dipenuhi,” kata Direktur Jenderal PerhubunganUdara Suprasetyo di sela-sela sosialisasi perundang-undangan di bidang penerbangan, Surabaya, Kamis (15/10).
Suprasetyo menuturkan, dari 311 pertanyaan yang diajukan FAA, hampir seluruhnya sudah dijawab dan hanya satu temuan yang harus dilengkapi, yakni terkait prosedur pengenaan sanksi. “Peraturannya sudah ada, misalnya kalau pegawai melanggar SOP (standar operasi prosedur) seperti apa. Kami akan menyurati ke FAA supaya IASA (International Aviation Safety Assesment) bisa melakukan assessment (penilaian),” ujar dia.
Dibandingkan denganMei 2014, ujar dia, terjadi peningkaatan karena saat itumasih ditemukan 21 temuan atau 7% yang harus dilengkapi. Artinyabaru93%dari 311pertanyaan. “Sekarang ini tinggal satu, ini termasuk cepat,” ujar dia.
Terkait penilaian dari Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO), Suprasetyo menyebutkancorrective action planyang sudah dipenuhi, yakni 96,22% dari 1.106 pertanyaan. Artinya, lanjut dia, pihaknya telahmengantongi skor 75 atau telahmelampaui batas dan rata-rata penilaian dari ICAO, yakni 60.
“Sekitar Oktober atau November ini auditornya akan datang untuk melakukan penilaian karena selama ini melalui online. Kami jawab pertanyaanya dan kami tunjukkanevidence-nya (bukti-buktinya),” papar dia.
Menurut Suprasetyo, peningkatan tersebut termasuk cepat dari yang awalnya hanya memenuhi 450 pertanyaan dari 1.016 pertanyaan atau mendapat skor 45. “Kami optimistis, pasti memenuhi karena standarnya sendiri sudah dilewati, jadi kita tunggu saja para auditornya datang ke sini dan menilai,” papar dia.
Terkait kecelakaan pesawat, Suprasetyo berpendapat tidak akan memengaruhi penilaian baik FAAmaupun ICAO. Hal itu karena penilaianmelibatkan sejumlah aspek serta penyebab kecelakaan tidak hanya berasal dari satu faktor. “Berpengaruh tapi tidak signifikan karena faktor kecelakaan tidak hanya satu,” katanya.
Pada bagian lain, pemerintah memperketat keamanan penerbangan dengan menerbitkan Peraturan Menteri No 127/2015 tentang Program Keamanan Penerbangan Nasional. Peraturan itu akan diterapkan di seluruh bandara kelolaan Angkasa Pura maupun unit pelaksana teknis pada akhir tahun ini.
“Kami ingin mewujudkan citra Indonesia bahwaamansejakdaribandara,karenaselamaini sudahdilakukan, tapi tidakfirm(ketat),”ucapnya.
Dia mengatakan pengetatan kemanan tersebutmengikuti standar dan rekomendasi internasional yang dimuat di dalamAnnex 17 dari Konvensi Chicago (1944) danyang terkait keamanan penerbangan dalam Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) Annex lainnya.
Pengamanan yang diperketat, salah satunya penumpang harus melepaskan seluruh bendabenda yang mengandung logam ketika akan melewati sinar x-ray di bandara. Prosedur tersebut untuk memperkecil lolosnya benda logam yang masuk serta mengurangi beban pengawasan dari petugas bandara yang seringkali lelah jika mengecek satu per satu.
Selain pengetatan kepada penumpang, dia menambahkan, setiap petugas bandara harus diperiksa, termasuk benda yang dibawanya. “Misalnya, tukang kebun atau teknisi yang memasuki ‘airside’ (sisi udara) dicatat membawa arit atau obeng lima buah, pulangnya harus membawa limabuah jugakarenakalauditinggal, ada dugaan senjata tajam,” imbuhdia. (ean/ant)
Investor Daily, Jumat 16 Oktober 2015, Hal. 6