JAKARTA – Perusahaan ban asal Prancis, Michelin bersama PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) siap berinvestasi sebesar US$ 500 juta untukmengembangkan perkebunan dan pabrik karet sintetis untuk keperluan ekspor.
Sesuai rencana, satu pabrik akan dibangun di Banten. Sedangkan perkebunan karet di Sumatera dan Kalimantan. “Groundbreaking proyek ini diharapkan mulai tahun depan,” kata Menteri Perindustrian Saleh Husin kepada Reuters, kemarin.
Sebelumnya, Michelin sempat berkonsultasi dengan Kementerian Perindustrian. “Kami ingin lebih mengerti paket kebijakan yang dideregulasi,” ujar Fiona Mambu, country communications & brands PT Michelin Indonesia, beberapa waktu lalu.
Menurut dia, pihaknya mengalokasikan dana US$ 450 juta bersama Chandra Asri, anak usaha PT Barito Pacific Tbk (BRPT). Kedua perusahaan membuat perusahaanpatunganbernama PT Synthetic Rubber Indonesia.
Perusahaan patungan tersebut akan memproduksi karet sintetis di Cilegon, Banten. Rancangan kapasitas produksi pabrik Synthetic Rubber Indonesia sebesar 120.000 ton karet sintetis per tahun. Target operasional pabrik adalah awal tahun 2018 mendatang.
Pihaknya juga mengalokasikan dana US$ 50 juta bersama Chandra Asri untuk perkebunan karet alam di Jambi. Selain berkonsultasi soal deregulasi, Michelin juga berharap bisa mendapatkan tax holiday alias insentif pembebasan pajak penghasilan (Pph). “Kami mengapresiasi langkah insentif dari pemerintah itu dan masih menunggu proses,” ujar Fiona.
Sebelumnya Synthetic Rubber Indonesia dikabarkan menandatangani kontrak EPC (engineering, procurement, and construction) dengan Toyo Engineering Corporation dan PT Inti Karya Persada Tehnik. Kontrak tersebut untuk pembangunan fasilitas pabrik karet sintetis yangberlokasi di Cilegon, Banten.
Manajemen Chandra Asri Petrochemical mengungkapkan, pengerjaan proyek ini akan dimulai pada kuartal IV tahun ini. Penyiapan lahan untuk pembangunan pabrik tersebut telah selesai.
“Pembangunan pabrik ditargetkan selesai pada awal 2018 dan akanmenjadi penghasil satu-satunya karet sintetis dengan proses teknologi yang canggih di Indonesia,” tutur manajemen. Nilai investasi pembangunan pabrik tersebut ditaksir mencapai US$ 435 juta atau setara dengan Rp 5,2 triliun.
Fasilitas pabrik dengan kapasitas produksi 120.000 ton per tahun ini akan menghasilkanSyntheticButadieneRubber (PBR) dan Solution Styrene Butadiene Rubber (SSBR), bahan baku untuk produksi ban ramah lingkungan. Pabrik PBR ini akanmemproduksi Polybutadiene Rubber dengan NeodymiumCatalyst dan Solution Styrene Butadiene Rubber.
Pada proses produksinya nanti, pabrik SBR akan menggunakan bahan baku butadiene yang dihasilkan oleh PT Petrokimia Butadiene Indonesia, entitas anak Perseroan. Hubungan antar produksi petrokimia ini menunjukkan integrasi usaha Perseroan secara vertikal sekaligus menciptakan nilai tambah pada rantai produksi Perseroan.
SRI merupakan perusahaan joint ventureyang dimiliki perseroan melalui entitas anak, PT Styrindo Mono Indonesia dengan porsi kepemilikan saham 45% dan 55% saham dimiliki oleh Michelin. Seiring dengan tren global dalam memakai ban kendaraan ramah lingkungan dan pesatnya pertumbuhan industri otomotif, SRI berpeluang untuk menangkap potensi bisnis khususnya performa ban dengan teknologi SBR.
Chandra Asri juga segera menuntaskan proyek kilang nafta dalam waktu dekat. Proyek senilai US$ 380 juta tersebut sudah dalam proses mengintegrasikan dan tie-in kapasitas yang baru dengan fasilitas yang ada.
Direktur Chandra Asri Petrochemical Sur yandi pernah mengungkapkan, perseroan akan menghentikan sementara (shutdown) operasi pabrik cracker terutama Ethylene, Polyethylene, dan Butadiene, kurang lebih selama 90 hari sejak 25 September 2015.
“Pasca selesainya proses tie-in yang ditargetkan pada bulan Desember, kapasitas produksi Naphtha Cracker CAP akan meningkat hingga 43%,” ujar Suryandi.
Menurut dia, produksi tahunan Ethylene perseroan akan meningkat dari 600 kilo ton per tahun (KTA) menjadi sebesar 860 KTA, Propylene dari 320 KTA menjadi 470 KTA, Py-Gas dari 280 KTA menjadi 400 KTA, dan Mixed C4 dari 220 KTA menjadi 315 KTA. (ian)
Investor Daily, Jumat 9 Oktober 2015, Hal. 14