Investor Menahan Diri : Dampak Paket Kebijakan Masih Ditunggu

JAKARTA, KOMPAS — Tren penguatan nilai tukar rupiah tertahan pada Rabu (8/10) karena investor menahan diri dan melihat perkembangan perekonomian nasional ke depan. Penguatan sudah terjadi secara signifikan sejak pekan lalu. Indeks harga saham hanya naik tipis.

Pedagang kaki lima valuta asing menunggu calon pembeli di tepi Jalan Kwitang Raya, Senen, Jakarta, Kamis (8/10). Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS kembali menguat. Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, kemarin, nilai tukar rupiah Rp 13.809 per dollar AS atau menguat 256 poin dari hari sebelumnya.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTOPedagang kaki lima valuta asing menunggu calon pembeli di tepi Jalan Kwitang Raya, Senen, Jakarta, Kamis (8/10). Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS kembali menguat. Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, kemarin, nilai tukar rupiah Rp 13.809 per dollar AS atau menguat 256 poin dari hari sebelumnya.

Nilai tukar rupiah, menurut kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), pada Rabu tercatat sebesar Rp 13.809 per dollar AS, masih menguat dibandingkan dengan posisi sehari sebelumnya Rp 14.065 per dollar AS. Penguatan nilai tukar rupiah menurut kurs referensi Jisdor yang diterbitkan Bank Indonesia ini mencapai 6,5 persen selama sepekan. Pada akhir pekan lalu, nilai tukar rupiah masih Rp 14.709 per dollar AS.
Namun, di pasar tunai (spot) rupiah melemah 0,4 persen saat penutupan perdagangan Rabu menjadi Rp 13.888 per dollar AS. Hal ini terjadi setelah rupiah menguat secara signifikan selama sepekan terakhir. Investor lalu menahan diri sambil melihat kondisi perekonomian nasional.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara menuturkan, nilai tukar rupiah di level Rp 13.800 per dollar AS masih jauh lebih lemah jika dibandingkan dengan fundamen ekonomi Indonesia. “Dalam posisi nilai tukar rupiah hari ini, sebetulnya rupiah masih terlalu rendah. Masih ada potensi penguatan lebih lanjut sehingga mencerminkan fundamen ekonomi Indonesia,” ujar Mirza seusai mengisi seminar dalam rangka Kongres Ke-19 Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (8/10).
Saat ini, nilai tukar efektif (REER) rupiah adalah sebesar 89. REER di bawah 100 berarti termasuk terlalu rendah. BI menilai, REER rupiah masih cukup kompetitif di level 97. Nilai tukar yang terbentuk hingga Kamis ini, kata Mirza, juga masih kompetitif untuk industri manufaktur.

Gagal bertahan

Tekanan ambil untung menggagalkan posisi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di atas level 4.500 pada perdagangan Kamis. Ambil untung dilakukan investor domestik di tengah masuknya dana investor asing dengan catatan pembelian bersih senilai Rp 683,4 miliar.
IHSG ditutup menanjak tipis 4 poin (0,09 persen) ke level 4.491,43. Indeks di awal perdagangan sempat menguat 1,12 persen ke level 4.537,25. Level terendah indeks berada di level 4.484,68.
Dari sisi sektoral, pembelian tertinggi masih terlihat pada sektor perbankan dengan catatan kenaikan hingga 0,62 persen. Saham Bank BRI, BCA, BNI, serta BTPN termasuk dalam 10 saham yang paling diburu investor. Bersama saham Bank Mandiri, saham BRI, BCA, dan BNI tercatat menjadi pendorong kenaikan IHSG sekitar 6,33 persen sepanjang Oktober 2015 ini.
Investor kembali mencermati kondisi ekonomi global, khususnya pilihan yang akan diambil The Federal Reserve. Hasil FOMC Meeting tengah pekan ini ditunggu investor global. Sementara di Indonesia, investor melihat efek dari paket stimulus ketiga serta perkembangan nilai tukar rupiah.
Kepala Ekonom Mandiri Sekuritas Aldian Taloputra menyatakan, paket ketiga pemerintah masih fokus pada sisi investasi, misalnya penurunan harga solar bersubsidi diprediksi akan lebih berdampak pada penurunan beban logistik dibandingkan dengan daya beli. Kondisi itu terjadi karena premium berporsi sekitar 69 persen dari total bahan bakar minyak transportasi, sedangkan solar hanya 15 persen.
Sementara itu, penurunan harga gas, diskon tarif listrik dan pelonggaran aturan transaksi tanah merupakan usaha untuk memberikan insentif investasi dan juga memberikan beberapa pelonggaran pada sektor swasta di tengah kondisi ekonomi yang sedang tertekan. (BEN/AHA)
Kompas 09102015 Hal. 20

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Recent Posts

Comments are closed.