JAKARTA, KOMPAS — Keputusan Presiden Joko Widodo menjadi kunci untuk menangkal upaya pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi melalui revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Ini disebabkan 45 anggota DPR yang pada 6 Oktober lalu mengusulkan agar revisi UU KPK dilakukan tahun ini, dan menjadi inisiatif DPR, tak akan mencabut usulannya.
Fraksi PDI-P di DPR bahkan meminta semua anggota fraksinya mendukung revisi UU KPK.
Meski demikian, hingga Kamis (8/10), Presiden belum memberikan jawaban tegas terkait langkah sejumlah anggota DPR itu. Saat ditanya masalah ini, seusai meninjau Balai Pembibitan Peternakan Sapi di Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat, Presiden menjawab, “Di sini urusan sapi ya, cukup ya.”
Anggota Badan Legislasi DPR dari Fraksi PDI-P, Hendrawan Supratikno, mengingatkan, dalam Rapat Paripurna DPR pada 23 Juni 2015, DPR dan pemerintah telah setuju memasukkan revisi UU KPK dalam program legislasi nasional prioritas 2015 inisiatif pemerintah.
Arwani Thomafi, dari Fraksi PPP, menambahkan, pemerintah belum secara resmi mencabut persetujuan untuk memasukkan revisi UU KPK dalam Program Legislasi Nasional 2015. Dengan pertimbangan ini, anggota DPR yang menjadi pengusul tidak akan mencabut dukungan untuk merevisi UU KPK.
Sekretaris Fraksi PDI-P di DPR Bambang Wuryanto bahkan menegaskan, usulan merevisi UU KPK langsung datang dari pimpinan partainya. “PDI-P harus tegak lurus. Kalau perintah komandan adalah A, kita harus A semua. Kalau B, ya B. Ini perintah partai, kita semua sepakat.”
Paling dipercaya
Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari mengingatkan, berdasarkan survei yang dilakukan lembaganya pada 14-22 September 2015 di 34 provinsi dengan 1.200 responden, KPK merupakan lembaga dengan tingkat kepercayaan publik paling tinggi di Indonesia, yaitu 82 persen. Di urutan kedua adalah TNI (81 persen) dan kemudian Presiden (78,6 persen). Kepercayaan publik kepada DPR dan DPD di bawah 50 persen.
Sementara di antara sesama aparat penegak hukum, kepuasan publik terhadap kinerja KPK 68,2 persen, disusul kepada kepolisian (44,8 persen), kejaksaan (37,7 persen), kehakiman (40,7 persen), dan pengacara (27,2 persen).
Hasil survei itu, lanjut Qodari, menunjukkan bahwa pemerintah masih membutuhkan KPK sebagai lembaga pemberantas korupsi yang kinerjanya paling bersih dan dipercaya.
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Padang, Saldi Isra mengatakan, munculnya draf revisi UU KPK menunjukkan upaya nyata melemahkan KPK melalui jalur legislasi. Namun, ia yakin draf RUU yang antara lain berisi rencana pembubaran KPK dalam 12 tahun ke depan bukan keinginan Presiden Jokowi. (NUT/B06/B08/WHY/NTA/OSA/BIL/WER/AGE)
Kompas 09102015 Hal. 1