Perdagangan Internasional : RI-UE Perkuat Infrastruktur Mutu Ekspor

JAKARTA, KOMPAS — Indonesia dan Uni Eropa bekerja sama memperkuat infrastruktur mutu ekspor Indonesia. Perkuatan itu antara lain meliputi pembangunan sistem informasi tentang persyaratan teknis negara tujuan ekspor, sertifikat mutu, dan sistem data pencegah penangkapan ikan secara ilegal.

Hal itu mengemuka dalam Pembukaan Pameran Pencapaian Trade Support Progamme (TSP) II, di Jakarta, Selasa (6/10). Kegiatan itu dihadiri Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan Widodo, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Roy Alexander Sparringa, dan Duta Besar UE untuk Indonesia dan Brunei Vincent Guerend.
TSP merupakan program UE untuk mempercepat integrasi Indonesia dalam perdagangan internasional. Program senilai 15 juta euro itu fokus pada 5 sektor potensial yang pangsa pasarnya masih kecil di EU, seperti produk pangan hasil pertanian, perikanan, elektronika, furnitur.
Menurut Widodo, hasil utama TSP II adalah penyusunan peta jalan pengembangan infrastruktur mutu ekspor (EQI). Melalui EQI itu, kelima produk ekspor potensial Indonesia harus memiliki sertifikat mutu dan jaminan kualitas nasional (NQA). Persyaratan itu diperlukan karena konsumen telah memiliki kesadaran terhadap produk berkualitas yang diproduksi dengan memperhatikan kesehatan, keamanan pangan, keselamatan, lingkungan, dan sosial.
“Untuk itu, kami telah membangun Indonesia Technical Requirements Information System (Inatrims), yaitu sistem yang menyajikan informasi standar dan persyaratan teknis negara tujuan ekspor. Saat ini, Inatrims sudah mencakup informasi pasar UE, Tiongkok, dan Korea Selatan. Ke depan, akan digarap untuk pasar Uni Emirat Arab dan Amerika Serikat,” kata Widodo.
Vincent Guerend mengapresiasi kinerja Indonesia mewujudkan program TSP II. Program itu diharapkan mampu mengatasi hambatan perdagangan Indonesia-UE terkait keamanan pangan. Di sektor perikanan, UE tidak akan menerima ekspor ikan dari hasil tangkapan ilegal. Untuk itu, UE membantu pengembangan sistem data untuk mencegah dan memerangi penangkapan ikan secara ilegal.
“Kami membangun sistem legal dan pengawasan kualitas pala dan membuat proyek percontohan pada tahap produksi dan penanganan setelah panen pala. Pala dari Indonesia pernah terhambat karena aflatoksin,” kata Vincent. Aflatoksin adalah senyawa beracun dari jamur.

Menurut Roy Sparringa, BPOM siap mendukung pengujian laboratorium untuk mewujudkan keamanan pangan dan jaminan kualitas produk ekspor. (HEN).

Kompas 07102015 Hal. 18

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Recent Posts

Comments are closed.