JAKARTA, KOMPAS — Indonesia dan Malaysia sepakat membentuk badan negara-negara produsen minyak sawit dunia. Badan itu diharapkan mengatur stabilitas produksi dan harga minyak kelapa sawit mentah (CPO) dunia. Kedua negara saat ini merupakan produsen CPO terbesar dunia dengan total pasokan sekitar 50 juta ton atau 85 persen produksi dunia.
Pembentukan badan negaranegara produsen minyak kelapa sawit dunia (CPOPC) disepakati dalam pertemuan bilateral Indonesia-Malaysia, Sabtu (3/10), di Jakarta. Pertemuan itu dihadiri Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Sofyan Djalil, serta Menteri Industri dan Komoditas Perkebunan Malaysia Datuk Amar Douglas Uggah Embas. Hadir pula pengusaha yang tergabung dalam Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) dan asosiasi pengusaha kelapa sawit Malaysia.
Rizal mengemukakan, pembentukan organisasi itu akan disahkan dalam pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak. Penggabungan kedua negara produsen CPO terbesar itu diharapkan mendorong keberlanjutan industri kelapa sawit dan turunannya serta memberikan manfaat besar bagi masyarakat negara masing-masing. Badan itu sekaligus akan berperan mempromosikan industri sawit ke seluruh dunia.
“Ke depan, kita juga akan mengajak negara-negara produsen sawit lain untuk bergabung dalam badan ini. Organisasi ini akan meningkatkan koordinasi dalam produksi, stok, stabilisasi harga, dan riset CPO,” ujarnya.
Rizal menambahkan, kelapa sawit merupakan komoditas strategis dari segi tenaga kerja, pendapatan devisa negara, dan peningkatan kesejahteraan. Sebanyak 50 persen petani kelapa sawit di Indonesia merupakan petani kecil.
Salah satu tantangan yang kini tengah dihadapi produsen minyak sawit adalah hambatan pasar ke negara-negara maju yang menggunakan standar lebih tinggi, tetapi di baliknya ada motif melindungi industri minyak tumbuhan yang diproduksi negara-negara tersebut seperti kacang kedelai dan bunga matahari.
Pertemuan Indonesia-Malaysia juga menyepakati harmonisasi standar sertifikasi CPO. Saat ini, Indonesia mengacu pada sertifikasi Pembangunan Kelapa Sawit Berkelanjutan (ISPO), sedangkan Malaysia mengacu pada sertifikasi Malaysian Sustainable Palm Oil (MSPO).
Sementara itu, Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro mengatakan, PT Pertamina bisa menghemat devisa sampai 1,9 miliar dollar AS sepanjang 2016 jika berhasil menerapkan kebijakan pencampuran 5,14 juta kiloliter biodiesel ke dalam solar. Biodiesel tersebut akan dicampur ke dalam solar bersubsidi, solar nonsubsidi untuk industri, dan solar untuk pembangkit listrik. (APO/LKT)
Kompas 05102015 Hal. 18