Hapus Pajak BBM Bisa Jadi Alternatif : Tim Sedang Mengkaji

JAKARTA, KOMPAS Upaya menurunkan harga premium bisa dengan cara mengurangi pajak. Konsekuensinya, penerimaan negara dari sisi pajak berkurang. Oleh karena itu, penurunan harga premium tak hanya merupakan keputusan politik, tetapi juga berdasarkan pertimbangan ekonomi.

Pajak yang dikenakan terhadap premium adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB). PPN ditetapkan 10 persen, sedangkan PBBKB 5 persen. Dengan demikian, harga premium mengandung komponen pajak 15 persen.
Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya Widya Yudha mengatakan, permintaan menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium wajar. Sebab, harga minyak dunia tengah merosot. Namun, seiring penurunan harga minyak dunia sampai 50 persen, nilai tukar dollar AS terhadap rupiah turut menguat hampir 50 persen.
“Artinya, penurunan harga minyak dunia nyaris tidak signifikan karena dibarengi dengan pelemahan rupiah terhadap dollar AS. Jadi, salah satu mekanisme yang paling masuk akal adalah dengan mengurangi beban pajak dalam komponen penetapan harga BBM,” kata Satya, Minggu (4/10), di Jakarta.
Satya menambahkan, pengurangan beban pajak dalam harga jual BBM memang mampu menurunkan harga jual BBM. Namun, jelas berdampak terhadap penerimaan negara.
“Keputusan menurunkan harga BBM jenis premium sebaiknya tidak hanya menjadi keputusan politik saja, tetapi juga pertimbangan rasionalitas ekonominya,” ujar Satya.
Direktur Pemasaran Pertamina Ahmad Bambang mengatakan, jika penerimaan negara berupa PPN dan penerimaan daerah berupa PBBKB bisa dikurangi, dapat dipastikan harga jual BBM bisa lebih rendah.

Mengkaji

Terkait permintaan Presiden Joko Widodo agar Pertamina meninjau ulang harga premium, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan, pernyataan Presiden meminta pengkajian harga, bukan penurunan harga.
“Sebagai penanggung jawab sektor (energi), saya meminta tim dari Kementerian ESDM dan Pertamina untuk mengkaji manfaat dan mudarat jika harus melakukan penyesuaian harga BBM,” kata Sudirman.
Penetapan harga jual premium merupakan wewenang Kementerian ESDM. Harga premium tak berubah sejak 28 Maret 2015, yakni Rp 7.300 per liter.
Menjawab pertanyaan wartawan tentang wacana menurunkan harga premium, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo, akhir pekan lalu, mengatakan, Indonesia sudah mereformasi kebijakan subsidi BBM. Langkah ini mencerminkan kondisi perekonomian yang lebih sehat. Harga BBM juga sudah disepakati untuk dikaji ulang dalam periode tertentu.
“Kalau ada penyesuaian harga BBM, yang kami rekomendasikan adalah basis perhitungan dan formula harus transparan. Ini bagian dari pendidikan kepada masyarakat, tetapi juga kredibilitas. Publik ingin tahu, kalau kita menyesuaikan harga BBM, apakah masih konsisten dengan reformasi sektor energi,” kata Agus.
Menurut Agus, BI akan mendukung jika kebijakan itu konsisten dan harga premium memungkinkan untuk diturunkan.

“Yang paling utama adalah transparansi. Kalau hitung-hitungannya sudah memungkinkan, silakan diturunkan. Namun, jangan diturunkan saat hitunghitungannya masih belum tepat untuk diturunkan,” katanya. (APO/AHA)

Kompas 05102015 Hal. 18

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Recent Posts

Comments are closed.