Targetkan PNBP Sektor Laut Rp 3 Triliun : Kemenhub Usulkan Revisi PP 11/2015

JAKARTA – Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akan mengusulkan revisi Peraturan Pemerintah (PP) No 11/2015 tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Kementerian Perhubungan, untuk menggenjot penerimaan negara dari sektor laut.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut Bobby R Mamahit mengatakan, pengajuan revisi tersebut dikarenakan masih banyak sektor yang bisa dioptimalkan untuk menyumbang PNBP yang ditargetkan Rp 3 triliun dari sektor laut. Target tersebut melonjak tajam dari realisasi 2014 sebesar Rp 800 miliar.
“Ya, target bisa dikejar dengan adanya beberapa item yang belum dipungut pada aturan sebelumnya, tetapi kini dipungut,” kata Bobby ketika mengadakan acara bincang-bincang dengan sejumlah media di Kantor Kemenhub, Jakarta, Rabu (29/4).
Poin yang akan direvisi, sambung dia, yakni tarif pengawasan kabel-kabel bawah laut, pipa bawah laut, dan tarif pengawasan perairan. “Potensi-potensi itu digarap, jadi kami optimistis target-target itu bisa terealisasi,” ucap dia .
Selain itu, Bobbymengatakan, ada pula penaikan sejumlah tarif jasa yang nantinya wajib disetor ke kas negara. Semua aturan mengenai penyesuaian tarif itu terangkum dalam PP No 11/2015.
Dalam regulasi tersebut, tarif jasa yang akan dipungut terdiri dari lima kelompok pungutan atau pemanfaatan, di antaranya jasa kepelabuhanan pada pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial, jasa kepelabuhanan pada pelabuhan yang diusahakan secara komersial, jasa kenavigasian, penerimaan uang perkapalan (PUP) dan jasa angkutan laut.
“Itu yang naik tarifnya termasuk penyewaan atas wilayah perairan. Seperti diketahui, wilayah perairan itu milik pemerintah dan menjadi kewajiban pemerintah untuk memeliharanya,” terang dia.
Selain itu, lanjut dia, pihaknya juga sudah mengajukan revisi terkait tarif biaya pengawasan bahan berbahaya yang terdapat kesalahan penulisan. Dalam peraturan pemerintah itu disebutkan sebesar Rp 25.000 per kilogram (kg), seharusnya tarif ditetapkan Rp 10 per ton. “Pada Pasal 7 Ayat i itu tidak betul Rp 25 per kilogram, karena tidak masuk akal, yang betul Rp 10 per ton,” tutur dia.
Diamengaku sudahmengoordinasikan kepada pihak operator bahwa tarif pengawasan untuk bahan berbahaya Rp 10 per ton. “Sudah jelas semuanya, kami beri tahu kepada operator, terutama untuk Pelabuhan Tanjung Priok,” ujar dia.
Pada bagian lain, di lampiran regulasi itu disebutkan, penggunaan perairan untuk bangunan dan kegiatan lainnya di atas air dikenakan tarif Rp 2.500per m2 per tahun.
Sementara itu, pada aturan sebelumnya, yakni PP No 6/2009 dinyatakan, untuk item yang sama tarifnya dikenakan sebesar Rp 250 per m2 per tahun. Karena itu, tarifnya melonjak tajam sekitar 1.000%.
“Memang itu besar penaikannya, tetapi merupakan hal yang wajar. Ini dikaitkan dengan usaha yang didapatkan. Kalau perairan itu berhubungan dengan BUP (Badan Usaha Pelabuhan),” papar dia.
Bukan hanya itu, Bobby menuturkan, terdapat pula sejumlah penyesuaian tarif yang dikenakan di pelabuhan nonkomersial kepada para pengguna jasanya. Untuk jasa labuh di pelabuhan misalnya. Pada PP No. 6/2009, kapal angkutan laut luar negeri yang melakukan kegiatan di pelabuhan umum dengan tujuan niaga tarifnya US$ 0,035 per GT per 15 hari. Sementara itu pada PP No. 11/2015, kapal angkutan laut niaga luar negeri kelas utama tarifnya US$ 0,115 per GT per kunjungan.
“Kami sedang mempersiapkan peraturan menteri perhubungan yang secara khusus mengatur PNBP di subsektor perhubungan laut, agar semua aturan yang disebutkan pada PP No 11/2015 lebih jelas lagi,” kata dia. (c04/ant)
Investor Daily, Kamis 30 April 2015, Hal. 19

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Recent Posts

Comments are closed.