Transparansi Penerimaan Migas Penyelewengan Batubara Terjadi Setiap Tahun

JAKARTA, KOMPAS — Selain transparansi penerimaan sektor industri minyak dan gas bumi, mineral, dan batubara dalam negeri, pengawasan distribusi hasil tambang juga diperketat. Hal ini penting karena Indonesia ditetapkan sebagai negara taat asas transparansi penerimaan industri ekstraktif.
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Sumber Daya Alam Indonesia Marwan Batubara mengatakan, terdaftarnya Indonesia sebagai negara yang taat asas transparansi penerimaan industri dari sektor industri ekstraktif (minyak dan gas bumi, mineral, dan batubara) patut diapresiasi.
Namun, pengetatan pengawasan distribusi hasil tambang di lapangan oleh pemerintah juga tak kalah penting. ”Sebab, pemerintah menyatakan terjadi penyelewengan 30-40 juta ton batubara setiap tahun dalam hal pendistribusian yang tak tercatat akibat lemahnya pengawasan. Itu baru batubara, belum hasil tambang lainnya,” katanya, Kamis (23/10), di Jakarta.
Menurut Marwan, penyelewengan atau penyelundupan tersebut merugikan keuangan negara dalam hal penerimaan, baik dari pajak maupun royalti. Selain lemahnya pengawasan, buruknya pencatatan atau pembuatan laporan hasil tambang juga menjadi penyebab lain yang dapat mengurangi penerimaan negara.
Hal lainnya yang juga perlu diperhatikan adalah pemulihan lahan bekas tambang. Sebab, ada beberapa lokasi bekas tambang yang dibiarkan begitu saja setelah habis masa kontraknya.
Pekan lalu, Kementerian Koordinator Perekonomian mengumumkan bahwa Indonesia ditetapkan sebagai negara dengan status taat asas transparansi penerimaan industri ekstraktif. Penetapan itu dilakukan secara independen oleh pihak ketiga dan Dewan Internasional Prakarsa Transparansi Penerimaan Industri Ekstraktif (Extractive Industries Transparency Initiative/EITI).
”Penetapan Indonesia sebagai negara yang taat asas EITI adalah sebagai bukti reformasi pemerintahan menuju sistem pemerintahan yang bertanggung jawab, transparan, dan stabil,” kata Deputi Menko Perekonomian Bidang Koordinasi Energi dan Sumber Daya Mineral Montty Girianna.
Pelaksana EITI sejak 2010
Indonesia menjadi negara pelaksana EITI sejak 2010 yang diterapkan lewat Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2010 tentang Transparansi Pendapatan Negara dan Pendapatan Daerah yang Diperoleh dari Industri Ekstraktif. Laporan EITI Indonesia dapat dilihat dan diunduh melalui laman www.eiti.ekon.go.id.
Berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2010 dan 2011 dalam laman EITI, penerimaan negara dari pajak dan nonpajak untuk sektor migas masing-masing 23 persen dan 24 persen dari total penerimaan negara.
Transparansi ”lifting”
Selain transparansi penerimaan negara dari sektor industri ekstraktif, pemerintah juga menyatakan keterbukaannya dalam proses lifting minyak dan gas bumi (migas). Lifting adalah penyerahan migas dari produsen kepada pembeli. Pemerintah daerah dan media massa dapat menyaksikan kegiatan lifting migas.
”Untuk merespons aspirasi masyarakat agar pengawasan lifting lebih transparan, kami mengundang pejabat daerah dan media massa untuk menyaksikan kegiatan lifting,” ujar Sekretaris SKK Migas Gde Pradnyana.
Dengan transparansi itu, bagian negara dari hasil penjualan produksi minyak atau gas bumi bisa diketahui publik. (APO)
Kompas 24102014 Hal. 19

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Recent Posts

Comments are closed.