PEMANFAATAN PANAS BUMI: Pemerintah Siapkan Dua Beleid Baru

JAKARTA—Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyiapkan dua peraturan pemerintah terkait dengan pemanfaatan panas bumi yang ditargetkan selesai sebelum 1 Januari 2015.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana mengatakan dua peraturan pemerintah itu merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) Panas Bumi yang disetujui pada 26 Agustus 2014. “Ada dua peraturan yang didahulukan,” katanya, Kamis (16/10).
Peraturan pemerintah tersebut, menurutnya, terkait dengan UU Panas Bumi
yang akan mengatur mekanisme pemberian bonus produksi secara langsung
kepada pemerintah daerah.
Dia menilai pemberian bonus diatur dalam UU Panas Bumi terutama Pasal 53.
Dalam pasal itu disebutkan pemberian bonus dihitung berdasarkan persentase
tertentu dari pendapatan kotor sejak unit pertama berproduksi secara komersial.
Rida sebelumnya menjelaskan pemberian bonus tersebut dilatarbelakangi banyaknya hambatan dalam pengembangan panas bumi. Selama ini, pemerintah
daerah tidak mendapatkan keuntungan yang banyak dari pengembangan panas
bumi.
“Misalnya di Lahendong, belasan tahun beroperasi namun pemerintah daerah tidak mendapatkan apa-apa dengan alasan perusahaan terus merugi,” jelasnya.
Dia melanjutkan besaran bonus tidak hanya dikenakan bagi wilayah kerja panas
bumi (WKP) yang belum melakukan eksplorasi maupun eksploitasi. Pengembang
pemegang WKP yang sudah berproduksi listrik pun akan dikenai besaran yang
sama.
Selain itu, lanjutnya, regulasi kedua terkait pembagian pengembangan panas
bumi menjadi pemanfaatan langsung dan pemanfaatan tidak langsung.
Dia mengungkapkan peraturan itu ditargetkan selesai sebelum 1 Januari 2015
karena UU Panas Bumi mengamanatkan berlakunya mekanisme tersebut mulai tahun depan.
Namun, Rida menjelaskan pembuatan PP membutuhkan waktu yang relatif panjang karena harus melalui persetujuan DPR. “PP ada endorse dari DPR,” ujarnya.
Sebelumnya, RUU Panas Bumi disetujui menjadi UU Panas Bumi menggantikan UU No. 27/2003 pada 26 Agustus 2014. Bisnis mencatat satu perubahan besar dalam RUU Panas Bumi yang baru yaitu penghapusan kata tambang yang sebelumnya melekat.
Selama ini, penggunaan kata tambang menjadi salah satu kendala pengembangan panas bumi. Sebagian besar potensi geothermal terletak di kawasan hutan konservasi yang tidak boleh dilakukan kegiatan pertambangan.
Sumber: Bisnis Indonesia. 17 Oktober 2014. hal: 6

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.