JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan Energi Nasional yang dirumuskan Dewan Energi Nasional perlu ditindaklanjuti pemerintahan yang baru nanti. Hingga masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berakhir, Kebijakan Energi Nasional tidak kunjung ditandatangani untuk menjadi peraturan pemerintah.Di lain pihak, sebanyak 28 pakar energi menyusun pedoman kebijakan yang dinamai Skenario Bandung.
Kebijakan Energi Nasional (KEN) sudah disetujui lewat Sidang Paripurna DPR pada Februari 2014. Oleh karena itu, jika telah berbentuk peraturan pemerintah (PP), Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dapat segera disusun dari tingkat pemerintah pusat sampai daerah dengan berpedoman pada KEN.
RUEN menjadi pedoman atau rencana induk (masterplan) bagi banyak pihak, dari pemerintah pusat sampai daerah, dalam hal kebijakan bidang energi.
”Ada kendala administrasi sehingga KEN belum kunjung ditandatangani Presiden saat ini. Kami berharap pemerintahan yang baru nanti menindaklanjuti KEN untuk menjadi peraturan pemerintah, yang kemudian dijabarkan menjadi rencana umum energi nasional,” kata anggota Dewan Energi Nasional, Tumiran, Rabu (15/10), di Jakarta.
Tumiran mengatakan, di dalam KEN sudah terangkum target atau capaian di bidang energi di Indonesia sampai 2050. Prinsip dasar dari KEN adalah mengurangi ketergantungan pada energi minyak. KEN juga menjadi pedoman bagi pengambil kebijakan di pusat dan daerah dalam hal percepatan pembangunan infrastruktur energi, strategi, pilihan penggunaan teknologi termasuk sumber pembiayaan, sampai solusi jika ada kendala di lapangan.
”Jika KEN disetujui menjadi PP, akan memudahkan pemerintahan baru nanti, mulai dari pemerintah pusat sampai daerah. Sebab, mereka sudah punya pedoman untuk mengambil kebijakan di bidang energi. Semua sudah komprehensif meskipun tidak bisa dibilang sempurna,” ujar Tumiran.
Saling melengkapiStaf Ahli Bidang Energi Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Agung Wicaksono mengatakan, penyusunan Skenario Energi Indonesia 2030 atau Skenario Bandung oleh 28 pakar energi di Bandung tidak akan tumpang tindih dengan KEN.
Sebaliknya, Skenario Bandung dan KEN justru akan saling melengkapi bagi pengambil kebijakan di bidang energi di Indonesia. ”Skenario Bandung memberi peringatan dini bagi pelaku energi di Indonesia, termasuk pemerintah pada masa mendatang agar bersiap-siap menghadapi tantangan di bidang energi. Skenario itu fokus pada bagaimana cara untuk mencari jalan keluar jika ada masalah di bidang energi,” kata Agung.
Skenario Bandung memuat empat skenario yang dinamai skenario ombak, badai, karang, dan awak. Keempat skenario tersebut merupakan skenario kebijakan energi untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim, gangguan geopolitik internasional terkait pasokan energi, instabilitas regional, tumpah tindih kebijakan pusat dan daerah, serta berbagai kemungkinan yang terjadi.
Skenario tersebut dirancang untuk membantu mengembangkan dan menguji kebijakan sektor energi pada masa depan, strategi bisnis, dan kesiapan menghadapi krisis. Semua pihak dalam ruang lingkup energi dilibatkan untuk mengatasi persoalan.
”Di dalam Skenario Bandung tidak tercantum angka-angka capaian, tetapi lebih pada strategi mencapai angka-angka capaian yang termuat di dalam KEN. Jadi, skenario ini dapat melengkapi KEN yang sudah disusun Dewan Energi Nasional,” ujar Agung.
Adapun pemikiran Skenario Bandung itu disusun para pakar dari kalangan akademisi, birokrat, dan perusahaan energi milik pemerintah dan swasta, termasuk dari lembaga nonpemerintah. Dinamai Skenario Bandung karena dirancang di Bandung, Jawa Barat, Agustus lalu, kemudian diluncurkan pada Selasa (14/10) di kantor PT PLN pusat di Jakarta. Acara tersebut dihadiri Wakil Presiden Boediono.
Banyak proyek tertunda
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Ekonomi Pertambangan dan Energi (ReforMiner Institute) Pri Agung Rakhmanto, mengatakan, pemerintah sudah punya banyak program di bidang energi. Saat ini, yang dibutuhkan adalah keberanian untuk segera mengeksekusi program-program tersebut agar segera terwujud.
”Selama ini, keberanian para pengambil kebijakan untuk segera mengeksekusi program yang disusun belum muncul. Akibatnya, banyak proyek bidang energi yang tertunda akibat tiadanya keberanian untuk mengeksekusi program itu,” kata Pri Agung.
Kelambanan pemerintah memutuskan mencabut subsidi harga bahan bakar minyak, eksekusi percepatan pembangunan infrastruktur listrik, dan proyek di bidang energi lainnya menyebabkan permasalahan semakin menumpuk. (APO)
Kompas 16102014 Hal. 19