JAKARTA, KOMPAS — Semua pemangku kepentingan mutlak mendorong industrialisasi menyusul revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 70 Tahun 2013. Industri lokal ditantang untuk menghasilkan produk dengan kekuatan merek yang bisa bersanding dengan merek internasional.”Tantangan berikutnya adalah agar produsen produk bermerek internasional juga berinvestasi di Indonesia,” kata Wakil Sekretaris Jenderal Asosiasi Penguasa Ritel Indonesia Satria Hamid Ahmadi, Rabu (15/10), di Jakarta.
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 56 Tahun 2014 merevisi Permendag No 70/2013 yang mengatur sejumlah kriteria bagi toko modern sebelum diizinkan menyediakan barang dagangan produksi dalam negeri kurang dari 80 persen.
Berdasarkan Permendag No 56/2014, toko modern yang mendapat pengecualian tersebut secara bertahap meningkatkan penjualan barang serupa yang diproduksi di Indonesia.
Menurut Satria, pemerintah perlu memberikan kemudahan ataupun insentif agar pabrik produk bermerek internasional mau berinvestasi di Indonesia.
”Jadi, perlu dirangsang agar mereka juga mau masuk ke Indonesia. Pembangunan pabrik otomatis akan menyerap banyak tenaga kerja. Asosiasi mendorong ke arah sana,” kata Satria.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Srie Agustina mengatakan, untuk mendorong peningkatan penjualan produk dalam negeri, pihaknya akan terus menjalinkan kemitraan antara toko modern dan usaha kecil menengah (UKM).
Kemendag memfasilitasi pertemuan bisnis antara UKM potensial dan beberapa peritel besar. Pertemuan seperti ini dilakukan di sejumlah daerah, minimal enam kali dalam setahun.
UKM didorong meningkatkan kualitas produknya agar dapat menjadi penyuplai tetap toko modern. ”Dalam lima tahun terakhir, kami memfasilitasi lebih dari 18.000 UKM. Sekitar 7.000 UKM dimitrakan dan 30 persennya menjadi penyuplai tetap,” kata Srie. (CAS)
Kompas 16102014 Hal. 18