Garuda Siapkan Tiga Strategi Pertumbuhan

JAKARTA – PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) menyiapkan tiga strategi pertumbuhan dalam menghadapi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Ketiga strategi tersebut adalah menaikkan tarif tiket pesawat sebesar 20%, lindung nilai atau hedging , dan mengonversi sebagian pembiayaan operasional ke dalam rupiah.
Direktur Keuangan Garuda Indonesia Hendrito Hardjono mengatakan, perseroan berencana menaikan tarif tiket domestik sebesar 20%. Kenaikan tarif terlebihdahulumenunggu revisi peraturanKementerianPerhubungan tentang formula perhitungan dan penetapan tarif batas atas.
“Kami ingin secepatnya menaikan harga tiket, tapi pemerintah saat ini masih merevisi peraturan tarif batas atas. Kabarnya, sebentar lagi peraturan tersebut akan dikeluarkan,” jelas dia di Jakarta, Rabu malam (8/10).
Hendrito menerangkan, selain menaikan tarif, perseroan juga akan konsisten melakukan hedging untuk mengantisipasi kerugian akibat fluktuasi nilai tukar rupiah. Rencananya, perseroan menentukan besaran hedging sekitar 20% dari kebutuhan bahan bakar. Per tahun, kebutuhan bahan bakar perseroan menyedot dana sekitar US$ 1,5 miliar.
“Kami sudahmelakukanhedging sejak tahun lalu, kemudian berlanjut tahun ini, dan tahun depan kemungkinan porsinya masih 20% dari fuel,” terang dia.
Menurut dia, tujuan dari hedging ini adalah supaya dampak dari gejolak rupiah lebih cepat teprediksi. Perseroan pun bisa lebih sigap menyesuaikan biaya avtur.
Pada Juni 2014, Garuda Indonesia sudah menyepakati transaksi hedging berupa cross currency swap (CSS) senilai Rp 500 miliar dengan PT Bank Negara Indonesia Tbk. Garudamemperoleh kredit dalammata uang rupiah, sedangkan kebutuhan dan pendapatan dalam bentuk dolar AS. CSS memiliki jangka waktu tiga tahun atas pokok utang dan bunga pinjaman.
Nilai tukar rupiah yang belum stabil diakui Garuda menekan laba perseroan. Menurut Hedrito, sekitar 70% pembiayaan perseroan berasal dari dolar AS, sementara 55% pendapatan perseroan justru dalam rupiah. “Kalau rupiah melemah tentu sangat terasa dampaknya ke kinerja keuangan,” ujar dia.
Oleh sebab itu, lanjut dia, perseroan akan mengkonversi sebagian beban pembiayaan ke dalam rupiah. Porsinya belum ditentukan. Namun, salah satu pembiayaan yang ingin dikonversi adalahground handling. Untuk itu, perseroan terus berdiskusi dengan pihak Angkasa Pura.
Sepanjang semester I-2014, Garuda Indonesia berhasil meraih pendapatan operasi (operating revenue) sebesar US$1,73 miliar atau meningkat 0,7% dibanding periode yang sama tahun lalu US$ 1,72 miliar.
Namun, lantaran kondisi ekonomi makro yang belum pulih serta ekspansi besar Garuda dan Citilink dalam dua tahun terakhir, membuat keuntungan perseroan tertekan. Sepanjang semester I-2014, Garuda menderita kerugian sebesar US$ 211,7 juta.
IPO Citilink
Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar mengatakan, Gar uda Indonesia selaku induk usaha berencana membawa PT Citilink Indonesia untuk melakukan penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) pada 2016.
“Garuda selaku pemegang saham Citilink ingin hasil optimal ketika Citilink nanti IPO. Saat ini kinerja Citilink sudah positif, pada 2016 nanti kinerjanya akan semakin baik lagi,” jelas Emirsyah.
Menurut dia, pihaknya membatalkan rencana pencarian mitra strategis untuk Citilink, dan memilih membesarkan Citilink lewat IPO. Ini lantaran belum ada mitra strategis yang sesuai dengan harapan perseroan.
“Kami memilih IPO Citilink pada 2016, karena kondisi ekonomi makro diperkirakan akan lebih baik. Selain itu, sesuai kemampuan serta startegi Citilink,” jelas dia.
Per nyataan ini sekaligus membenarkan pernyataan sebelumnya dari President &CEO Citilink Indonesia Arief Wibowo yang mengatakan, rencana Citilink untuk IPO pada 2015 harus diundur karena kondisi ekonomi nasional yang tidakmendukung.
“Kami sebelumnya merencanakan IPO itu di tahun 2015. Tapi karena kondisi ekonomi negeri sedang tak bagus dan kami terus melakukan perbaikan-perbaikan, rencana itu akan dijadwal ulang,” jelas dia.
Arif menyebut hal yang perlu dilakukan Citilink saat ini adalah fokus terhadap berbagai strategi yang sudah direncanakan. Adapun hingga Agustus 2014, Citilink telah mengangkut lima juta penumpang ataumerealisasikan 62,5% dari target hingga akhir 2014 sebanyak delapan juta penumpang. Saat ini, 99,99% saham Citilink masih dikuasai oleh maskapai milik negara tersebut.
Pada September 2014, Garuda sempat berniat melepas maksimal 40% saham Citilink kepada investor strategis. Langkah itu bertujuan memperkuat ekuitas Citilink yang masih mencatatkan kerugian.
Ketika itu, sudah ada empat calon investor yang ikut mengajukan penawaran yang kemudian mengerucut menjadi dua calon investor. Namun rencana itu akhirnya dibatalkan karena tak mencapai harga penjualan terbaik.
Investor Daily, Jumat 10 Oktober 2014, hal. 14

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.