JAKARTA – Pemerintah resmi menaikkan tarif batas atas penerbangan sebesar 10% seiring makin kuatnya tekanan finansial terhadap maskapai akibat depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Dengan acuan tarif baru yang ditargetkan mulai diberlakukan sekitar bulan November itu, tarif batas atas rute Jakarta–Bali yang semula Rp 1,4 juta akan menjadi Rp 1,54 juta.
“Kalau dihitung kenaikannya sekitar 10%, itu berdasarkan asumsi harga avtur yang me nyentuh Rp 13.000 per liter dan kurs Rp 12.000 per dolar AS,” kata Direktur Angkutan Udara Kementerian Perhubungan Djoko Murdjatmojo di Jakarta, Rabu (1/10).
Menurut Djoko, Menteri Per hubungan EEMangindaan telah menandatangani revisi KM 26/2010 tentang Tarif Pesawat Ekonomi pada Senin (29/9) sebelum akhirnya resmi me ngundurkan diri dan dilantik sebagai anggota DPR RI pada 1 Oktober 2014. Selanjutnya, beleid tersebut akan diproses un tuk diundangkan dalam lembar negara oleh Kementerian Hu kum dan HAM.
“Setelah diundangkan, kami akan mengumpulkan seluruh maskapai penerbangan untuk proses sosialisasi yang akan dilakukan selama satu bulan,” tutur dia.
Kendatimaskapaimengajukan kenaikan tarif batas atas hingga 25%, pemerintah memutuskan kenaikan hanya sebesar 10%. Ketetapan itu diambil, kata dia, sekaligus menunjukkan bahwa pemerintah tidak serta merta mengakomodasi keinginan maskapai penerbangan.
“Jadi bertahap, sesuai kon disi harga avtur dan kurs yang masing-masing dijadikan pa tokan perhitungan, yakni harga avtur sebesar Rp 13.000 per liter dan nilai kurs Rp 12.000 per dolar AS. Ini juga akan kami pantau terus pergerakannya,” kata Djoko.
Tarif Batas Bawah
Di dalam revisi KM 26/2010 tentang Tarif Pesawat Ekonomi juga ditetapkan tarif batas bawah untuk menjadi referensi bagi maskapai penerbangan dalam mematok harga tiket paling ren dah. Sebagai contoh rute JakartaDenpasar, tarif batas bawah rute tersebut menjadi Rp 770.000.
“Secara eksplisit tidak ada tapi secara implisit disebutkan tarif bawah. Artinya , di dalam salah satu pasalnya dikatakan kalau ada airlines yang akan menetapkan tarif di bawah 50% harus mendapat persetujuan dari pemerintah,” papar dia.
Djoko menambahkan, ta rif batas bawah diatur untuk mengawasi maskapai yangmeng adakan promosi tiket. Pemerintah berupaya memastikan tiket pro mosi penerbangan masih wajar, karenahalituterkaitdenganfaktor keselamatan.
“Jangan sampai karena harga tiket murah, maskapai meng abaikankeselamatan,” ujarDjoko. Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal Kemenhub Santoso Eddy Wibowo menga takan, tarif batas dinaikkan karena maskapai berada dalam kondisi sulit akibat depresiasi kurs rupiah terhadap dolar dan tingginya harga avtur. Namun demikian, pengambilan kepu tusan untuk merevisi tarif batas atas maskapai dilakukan secara hati-hati dan secermat mungkin.
“Ini dilakukan agar maskapai ti dakbangkrut danmasyarakat juga tidak terbebani dengan adanya kenaikan tarif tersebut,” papar dia. Dikonfirmasi terpisah, Ketua Umum Indonesian National Air Carriers (INACA) Arif Wi bowo mengatakan pihaknya akan menunggu keputusan penaikan tarif batas atas. Dia juga menyebut penaikan tarif batas atas bisa menjadi salah satu kebijakan yang membantu maskapai.
“Ini mengingat sejumlah per soalan krusial menimpa mas kapai anggota INACA saat ini dan berpotensi menganggu kelancaran operasional di masa mendatang,” jelas dia.
Arif menambahkan, dengan adanya revisi tarif batas pener bangan diharapkan maskapai penerbangan nasional dapat berkompetisi lebih baik dengan maskapai-maskapai di Asean.
“Memang kami sudah usul kenaikan tarif batas atas pe nerbangan hingga 23%. Tetapi Menhub EE Mangindaan ke marin bilang, kenaikan harus bertahap untuk sekarang 10% dulu. Perhitungan didasarkan kondisi avtur dan nilai kurs. Dan, buat kami, yang penting ada kenaikan,” kata dia.
Menurut Arif, INACAmembu tuhkan kepastian tarif batas atas segera, dibanding pengaturan tarif batas bawah. INACA lebih memperhatikan acuan tarif batas atas, karena hal itu yang mem batasi mereka untuk melakukan fleksibilitas respons airlines ter hadap kondisi pasar.
“Kalau dengan tarif batas bawah kan sudah jelas, kita tidak boleh bersama-sama me nurunkan karena tidak sejalan dengan persaingan usaha. Kalau kami membuat kesepakatan har ga, berarti kartel. Sebaliknya, kalau tarif batas atas, itu bukan kartel karena harga bisa naik turun,” kata dia.
Sebagai direktur utama mas kapai berbiaya murah (low cost carrier/LCC) Citilink Indonesia, Arif mengatakan pihaknya siap mengikuti peraturan pemerintah apapun nantinya, meskipun kenaikan tarif batas atas belum bisa mencapai 20%.
“Kalau Citilink sudah terbiasa untuk bersaing bebas. Kalau sudah ditetapkan, ya kami akan mengikuti. Citilink sangat mendukung jika pemerintah melepas tarif batas baik atas maupun bawah. Kami akan lebih fleksibel merespons supply and demand,” kata Arif.
Investor Daily, Jumat 3 Oktober 2014, hal. 6