JAKARTA, KOMPAS — Dibukanya investasi pemanfaatan laut wajib didahului tata ruang laut agar tidak terjadi tumpang tindih kepentingan dan merugikan rakyat. Indonesia belum punya aturan tata ruang laut nasional, sementara perda rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil minim.
Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), hingga saat ini baru 4 provinsi dan 12 kabupaten/kota yang memiliki zonasi tata ruang laut dari total 34 provinsi dan 319 kabupaten/kota pesisir. Empat provinsi itu adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur.
Dekan Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor Arif Satria, di Jakarta, Kamis (2/10), mengemukakan, tindak lanjut yang mendesak setelah disahkannya UU Kelautan adalah penyusunan tata ruang laut.
Laut Indonesia meliputi laut teritorial dari garis pantai hingga 12 mil (22,22 kilometer), Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia 12-200 mil (22,22 km-370,4 km), hingga laut lepas (di atas 370,4 km). Selain itu, landas kontinen sepanjang 22,22 km-648,2 km.
Arif menambahkan, tak mungkin pemerintah baru mampu mewujudkan gagasan tol laut dan poros maritim jika tidak ada kejelasan tata ruang laut yang mencakup zonasi ruang pemanfaatan laut.
Tata ruang laut diperlukan, antara lain, untuk menyinergikan pembangunan dan pemanfaatan laut, penentuan pusat pertumbuhan ekonomi, riset, konservasi, serta konektivitas.
”Kewajiban pemerintah pusat untuk segera menyusun tata ruang laut nasional serta pemda untuk menyusun tata ruang laut pesisir dan pulau-pulau kecil,” kata Arif.
Untuk mempercepat penyusunan tata ruang laut dan dasar laut diperlukan peta rinci potensi sumber daya agar aktivitas ekonomi dan investasi bisa terakselerasi. Keterlibatan pemda untuk mempercepat perda rencana zonasi perairan pesisir dan pulau-pulau kecil dapat didorong dengan pengendalian instrumen fiskal berupa insentif dan disinsentif dana alokasi daerah.
Beberapa kendalaDirektur Tata Ruang Laut, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil KKP Subandono Diposaptono mengungkapkan, beberapa kendala penyusunan perda zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil antara lain lemahnya basis data dan informasi, keterbatasan sumber daya manusia dan tenaga ahli, serta kurangnya pemahaman eksekutif dan legislatif terkait fungsi tata ruang laut.
”Perencanaan wilayah masih berorientasi ke darat dan belum berpihak ke laut,” katanya.
Sebelumnya, pemerintah mulai membuka investasi sektor kelautan hingga ke laut lepas pasca pengesahan UU Kelautan pada 29 September 2014. Investasi yang ditawarkan mencakup wisata bahari, energi dan sumber daya mineral, minyak dan gas, perkapalan, perikanan dan farmasi, jasa maritim, serta telekomunikasi.
Sejauh ini, Indonesia telah mengeluarkan skema perizinan di perairan kurang dari 22,22 km yang diatur dalam UU No 1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Menurut Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil KKP Sudirman Saad, aturan tata ruang laut nasional ditargetkan tuntas dalam kurun waktu enam bulan sejak UU Kelautan disahkan. Adapun perda rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memerlukan kesadaran pemda. Berkembangnya industri kelautan diharapkan mempercepat penyusunan perda tersebut.
Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan KKP Saut Hutagalung mengemukakan, tulang punggung investasi adalah ketersediaan infrastruktur dan logistik. Kerap terjadi, investasi perikanan sulit bertumbuh karena minimnya listrik. (LKT)
Kompas 03102014 Hal. 19