JAKARTA – Peran swasta harus lebih diperkuat dalam program penyediaan listrik dalam negeri, mengingat pemerintah harus menambah kapasitas pembangkit listrik sebesar 10 ribu megawatt (MW) per tahun untuk merealisasikan pasokan 240 ribu MW pada 2031. Untuk memperbesar peran swasta, pemerintah akan mempermudah perusahaan swasta berbisnis di sektor pembangkit listrik ini.
Hal tersebut diungkapkan oleh Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Susilo Siswoutomo saat membuka Pameran Kelistrikan Indonesia 2014 di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, saat ini kapasitas terpasang pembangkit listrik nasional baru sekitar 50 ribu MW. Sementara ke depan, kapasitas pembangkit ini ditargetkan menjdi 125 ribuMWpada 2022 dan mencapai 240 ribuMWpada 2031. “Ini saya hitung-hitung, untuk memenuhi energi listrik, kita perlu membangkitakan 10 ribu MW per tahun,” kata dia.
Susilo meminta PLN juga melakukan efisiensi operasional dan menyederhanakan proses penandatanganan perjanjial jual beli listrik (power purchase agreement/PPA). “Jangan dipersulit (proses PPA). Investor harus mendapat untung karena tujuan kita adalah mengundang investor,” jelas dia. Namun, dia mengingatkan para investor untuk tetap merealisasikan kandungan dalam negeri di setiap proyeknya sebesar 30%.
Penambahan kapasitas pembangkit disebutnya untuk menopang pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan sebesar 7% per tahun dan penambahan penduduk 1,1% per tahun. Untuk itu, pasokan energi nasional harus tumbuh setidaknya 8% per tahun.
Menurut dia, peran swasta sangat dibutuhkan untuk mencapai target tersebut. Investasi yang dibutuhkan untuk merealisasikan tambahan 10 ribu MW per tahun mencapai Rp 200 triliun setiap tahunnya. Hitungan tersebut dengan asumsi kebutuhan investasi setiap 1 MW yakni US$ 2 juta.
Investasi sebesar itu disebutnya tidak bisa ditanggung PLNdan pemerintah saja. “Peran swasta sangat penting, tidak bisa tidak (terlibat). Jangan sampai rencana menjadi enam negara terkuat pada 2030 tertunda kalau listrik tidak dibangun,” tegas dia.
Selain kemudahan, dirinya juga meminta Direktur Jenderal Ketenagalistrik bersama Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI) untuk mengidentifikasi peraturan yang menghambat pembangunan pembangkit.
Indonesia, lanjut Susilo, sudah saatnya membalik paradigma baru menyediakan listrik jika ada kebutuhan. Pemerintah, PLN, dan pihak terkait har us bisa menyediakan pasokan setrum sebanyak mungkin. Penambahan kapasitas pembangkit, diakui Susilo, tidak bisa sekaligus langsung 10 ribu MW per tahun. Hingga 2022, PT PLN (Persero) diwajibkanmenaikkan kapasitas terpasang pembangkit listrik sebesar 5.800 MW per tahun. Setelah 2022, tambahan kapasitas pembangkit harus bisa ditingkatkan menjadi 10 ribu MW per tahun.
“Kita harusmemikirkanhow tomake it happened. Jangan hanya berwacana dari sisi pembangkitan saja, jangan lupa untuk bisa menginterkoneksikan Jawa, Sumatera, dan pulau lainnya,” tegas dia. Selain itu, penambahan kapasitas pembangkit listrik juga harus sampai pada pulau-pulau kecil. “Jangan (pembangkit) yang besar saja, pikirkan juga bagaimana cara menyediakan listrik untuk saudara kita di pulau terpencil,” tambahnya.
Untuk menambah kapasitas pembangkit sedemikian besar, lanjut Susilo, batubara akan menjadi bahan bakar andalan. Ke depan, dia menjanjikan tidak akan lagi mengekspor batubara. Komoditi ini akan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk pembangkit listrik. Pihaknya juga akan memperbanyak pembangkit listrik yang berbahan bakar gas. “Energi baru dan terbarukan khususnya tenaga air juga akan ditingkatkan, meski tidak bisa maksimal,” katanya.
Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jarman menambahkan, pemerintah akan membuat program percepatan pembangunan pembangkit (fast track program/FTP) untuk memenuhi kebutuhan hingga 2031. “Saat ini, kita sedang melaksanakan FTP 1 dan 2, kita akan buat FTP 3 dan seterusnya,” ujar dia.
Investor Daily, Kamis 2 Oktober 2014, hal. 9