Antisipasi Dampak Sistemis Atur Konglomerasi Keuangan

JAKARTA, KOMPAS  — Sebanyak 31 konglomerasi menguasai 70 persen aset sektor keuangan Indonesia yang pada semester I-2014 berjumlah sekitar Rp 5.300 triliun. Otoritas Jasa Keuangan memperketat pengawasan untuk mengantisipasi dampak sistemis yang mungkin muncul.
Konglomerasi keuangan adalah beberapa lembaga keuangan yang berada dalam satu kelompok usaha karena keterkaitan pemegang saham pengendali dengan lini usaha.
Kepala Departemen Pengembangan, Pengawasan, dan Manajemen Krisis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Boedi Armanto mengatakan, bank ada di dalam seluruh konglomerasi itu.
”Konglomerasi itu umumnya terdiri dari bank dan lembaga keuangan nonbank, seperti asuransi, pembiayaan, dan sekuritas, atau bank dengan salah satu dari lembaga keuangan itu,” kata Boedi, di Jakarta, Kamis (25/9).
Keterkaitan pemegang saham pengendali bisa bersifat horizontal, vertikal, atau gabungan keduanya. Contoh keterkaitan itu, antara lain, pemegang saham pengendali bank yang memiliki saham lembaga keuangan lain atau bank yang memiliki saham di bank lain, lalu memiliki anak usaha di sektor keuangan.
Pengawasan konglomerasi itu dilakukan bertahap. Pada 2013 dan 2014, OJK menyelesaikan peraturan pengawasan terintegrasi, yakni terkait penerapan manajemen risiko dan tata kelola perusahaan.
Pada Juni 2015, peraturan pengawasan akan diimplementasikan pada bank umum berdasarkan kegiatan usaha (BUKU) 4 yang menjadi entitas utama konglomerasi keuangan. Setelah itu, pada Desember 2015, pengawasan terintegrasi akan dilakukan pada semua konglomerasi keuangan di Indonesia.
OJK menggunakan 10 parameter risiko, yakni risiko kredit, pasar, operasional, likuiditas, strategi, kepatuhan, hukum, reputasi, jaminan, dan teknologi informasi. Sepuluh parameter itu akan diolah menggunakan manajemen risiko yang sudah dijalankan konglomerasi. Hasil penghitungan akan menjadi bahan OJK untuk menilai konglomerasi, termasuk menetapkan sanksi.
”Sanksi adalah pilihan terakhir. Yang paling utama, kami bisa menemukan di mana hulu persoalan. Setelah itu, kami akan memperbaikinya bersama konglomerasi supaya tidak menimbulkan dampak yang mengganggu stabilitas sistem keuangan,” kata Boedi.
Manfaat
Pengamat perbankan dari Universitas Indonesia, Lana Soelistianingsih, menjelaskan, pengawasan terintegrasi konglomerasi keuangan adalah salah satu manfaat dibentuknya OJK. Sebelum OJK terbentuk, pengawasan perbankan dan lembaga keuangan nonbank terpisah.
”Konglomerasi adalah kecenderungan umum korporasi, termasuk dalam industri keuangan, untuk memaksimalkan keuntungan. Namun, penting untuk memastikan bahwa konglomerasi berjalan sesuai ketentuan,” kata Lana.
Industri keuangan terbagi menjadi industri perbankan, industri keuangan nonbank, dan pasar modal. Lana menilai, dampak sistemis pada sektor keuangan bisa timbul dari kegagalan pada salah satu kelompok usaha konglomerasi.
”Risiko sistemis pada konglomerasi itu patut diwaspadai karena umumnya bank juga terintegrasi dengan pembiayaan dari bank lain. Jika kegagalan kelompok usaha juga menyebabkan kegagalan pembiayaan di perbankan, dampaknya bisa sangat luas,” kata Lana. (AHA)
Kompas 26092014 Hal. 20

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Recent Posts

Comments are closed.