JAKARTA – Kementerian Perda gangan (Kemendag) akanmemangkas bea keluar (BK) minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) pada Oktober 2014 menjadi 0% dibanding bulan September ini yang masih 9%. Anjloknya harga CPO membuat pemerintah memutuskan untuk membebaskan BK ekspor produk tersebut.
“Untuk Oktober ini, BK CPO kemungkinan 0%. Nanti kalau harganya naik, baru akan dikenakan BK lagi,” kataWakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi di Jakarta, Selasa (23/9).
Bayu mengungkapkan, sistem penentuan besaran BK CPO dilakukan dengan mengikuti perkembangan harga komoditas tersebut. Diprediksi, harga CPO dunia anjlok hingga di bawah US$ 750 per ton.
Selain karena anjloknya harga CPO dunia, Bayu mengungkapkan, penurunan BK CPO hingga menjadi 0% dilakukan dengan pertimbangan untuk meningkatkan daya saing komoditas tersebut dari Malaysia.
Direktur Eksekutif Gabungan Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Fadhil Hasan memaparkan, harga CPO dunia memang sedang mengalami penurunan. Sehingga kemungkinan BK CPO pada Oktober menjadi 0% dipengaruhi harganya sedang jatuh.
Sebelumnya, Tiongkok juga telah memintapenghapusanBKCPO.Penghapusan itu diharapkan dapat mengurangi danmencegah persaingan tidak sehat di antaraparapengusaha industri kelapa sawit di Tiongkokyang inginbekerja sama dengan Indonesia. Tiongkokmerupakan importir kelapa sawit terbesar ketiga setelah India dan Uni Eropa.
Bayu mengaku, pihaknya belum memutuskan untuk mengabulkan permintaan tersebut.
“Pemerintah Indonesia memperhatikan berbagai faktor yang terjadi dalam industri kelapa sawit dengan mitra kerja samanya, dan mendorong industri kelapa sawit untuk dapat membuka lapangan pekerjaan bagi warga Indonesia,” ujar dia.
Fadhil menilai, penetapan BK 0% khusus untuk Tiongkok, harus dipertimbangkan dengan lebih matang. Pasalnya, masing-masing negara mitra dagangmemiliki kepentingan berbeda, dan tidakmungkin untukmengabulkan semua permintaan mereka.
Menurut dia, pemerintah harus memiliki kebijakan yang mendukung pengembangan industri sawit hilir dalam negeri, dengan tetap mempertimbangkan kepentingan negara yang menjadi partner dagang. (ajg)
Investor Daily, Rabu 24 September 2014, hal. 18