JAKARTA – Maskapai penerbangan berbiaya murah ( low cost carrier/LCC) AirAsia Indonesia akan melakukan ekspansi pada 2015 untuk menguatkan eksistensi mereka dan mengembangkan industri pariwisata di Indonesia. Rencana tersebut diharapkan tidak terhalang permasalahan regulasi.
Chief Executive Officer (CEO) AirAsia Group Tony Fernandes mengatakan, peraturan yang ada di Indonesia seringkali menghambat maskapai penerbangan untuk mengembangkan diri. Seper ti maskapai lain di Tanah Air, AirAsia Indonesia menyatakan keberatan dengan harga avtur yang lebih mahal dibanding negara lain. Selain itu, permintaan maskapai untuk menghapus bea masuk suku cadang (sparepart) pesawat juga belum dikabulkan pemerintah.
“Seharusnya pemerintah juga tidak mengatur tarif batas atas. Pada prinsipnya, maskapai LCC seperti kami, Citilink, dan Lion Air tidak akan mematok tarif yang tinggi. Filosofinya, kami tidak akan meraup keuntungan yang tinggi, karena nanti masyarakat tidak mampu untuk terbang dengan pesawat. Jadi, solusinya sebaiknya pemerintahmemberikan tarif yang fleksibel,” papar Tony.
Hal lain yang cukup meng hambat, kata Tony adalah airport tax atau passenger service charge (PSC) yang terlalu tinggi. Beberapa bandara di kota besar Indonesia mematok harga yang sangat tinggi bahkan bisa mencapai setengah dari harga tiket Air Asia Indonesia.
“Kami akan mulai membuka penerbangan internasional di Surabaya, Bandung, dan Medan. Tapi airport tax di sana sangat tinggi sehingga orang tidak mau ke sana,” kata dia.
Tony juga menyebut ada yang salah dalam bisnis penerbangan di Indonesia dan harus segera diperbaiki. Indikasinya, ketika per tama kali masuk ke Indonesia, Air Asia memiliki sekitar 20 pesaing. Tapi saat ini, hanya tersisa dua pesaing yakni Garuda Indonesia dan Lion Air. Dia menduga bebe rapa maskapai tidak mampu mem pertahankan eksistensi, karena tertekan oleh regulasi.
Lebih lanjut, AirAsia Indonesia berencana menambah pesawat tahun depan untuk membawa penumpang terbang ke berbagai destinasi wisata di Tanah Air.
“Rencana besar kami adalah membawa banyak t u r i s ke Indonesia pada 2015. Tujuannya supaya ekonomi meningkat, ter masuk dari perdagangan, hotel, kerajinan, dan unit kegiatan ma syarakat akan terangkat. Saya akan investasi di rute Medan, Lombok, Padang, Ambon, Labuan Bajo, dan lainnya. Jadi, tujuannya adalah membuka pasar baru sehingga orang luar melihat Indonesia bukan hanya ada Bali,” kata Tony di Jakarta, Senin (15/9).
Tony menuturkan, pada 2015, Indonesia Air Asia X, maskapai penerbangan jarak jauh bakal beroperasi dari Bandara Ngurah Rai, Denpasar dengan tujuan ke Australia, Jepang, danKorea Selatan dengan rata-rata waktu terbang antara empat hingga delapan jam.
“Tidak hanya dari Denpasar, tapi kami juga berencana maskapai itu akan terbang dari Surabaya, Ja karta dan Medan, yang memiliki rute langsung ke India atau Sri Lanka,” jelas dia.
Buka Dua Rute
Di sisi lain, CEO AirAsia In donesia Sunu Widyatmoko me ngatakan, maskapai yang dipim pinnya akan membuka dua rute baru pada Oktober 2014. Dua rute baru tersebut adalah MedanPalembang danMedan-Yogyakarta.
“Kami akan buka rute MedanPalembang danMedan-Yogyakarta pada Oktober nanti,” ungkap dia.
Dengan pembukaan dua rute ba ru tersebut, kata dia, pihaknya tidak akan menambah jumlah pesawat, tetapi memaksimalkan jumlah pesawat yang dimiliki. Seper ti diketahui, AirAsia Indonesia meng operasikan 30 unit pesawat Airbus A320.
“Kami ingin tambah rute dari setiap hub yang kami miliki. Kami kan ada lima hub, Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Denpasar. SetelahMedan, tahun ini kami juga akan tambah rute dari Bandung. In tinya, kami ingin tambah di masingmasing hub tersebut,” ujar dia.
Terkait mengenai kebijakan pemerintah untukmenggabungkan airport tax ke dalam tiket pesawat, Sunu berkomentar pihaknya siap dan mendukung aturan tersebut, asalkan penerapannya berbarengan untuk semua maskapai.
Sedangkan mengenai aturan penaikan tarif batas atas sebesar 10% yang dikeluarkan pemerintah, Sunu berpendapat sebaiknya tarif batas atas tersebut ditiadakan, ka rena tarif batas atas hanya berlaku pada saat high season.
“Kami sebetulnya ingin batas atas itu ditiadakan, karena ter jadi hanya saat high season. In dustri airline adalah industri yang musiman. Peak season itu bisa mengoptimalkan pendapatan untuk mengkompensasi saat low season, sehingga sebaiknya pure mekanisme pasar. Tetapi dengan adanya batasan, kami harap kalau bisa lebih dari tinggi 10% kenaikannya, kalau bisa 25%,” kata dia.
Investor Daily, Selasa 16 September 2014, hal. 6