JAKARTA, KOMPAS — Proyek pembangunan mass rapid transit fase I (Lebak Bulus-Bundaran Hotel Indonesia) masih terkendala pembebasan lahan di sejumlah lokasi, seperti di Lebak Bulus. Meskipun masih terhitung sesuai jadwal, belum bebasnya lahan di sejumlah lokasi sangat menghambat kemajuan proyek tersebut.Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah, Minggu (14/9), mengatakan, masih ada beberapa bidang tanah di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, yang belum bebas. ”Kami masih menghadapi kesulitan pembebasan lahan, baik yang statusnya tanah negara maupun tanah biasa yang bersertifikat di sekitar Lebak Bulus. Tanah ini untuk depo MRT dan stasiun,” katanya.
Tanah yang bersertifikat belum bebas karena belum ada titik temu harga yang harus dibayar oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Saefullah menjelaskan, harga tanah sesuai nilai jual obyek pajak (NJOP) sekitar Rp 15 juta per meter persegi, sedangkan harga pasar sudah mencapai Rp 35 juta per meter persegi.
”Belum ada titik temu. Seandainya menggunakan harga appraisal, saya yakin harganya tidak akan jauh dari harga NJOP. Pemprov bersedia membayar untuk harga appraisal ini,” ujarnya.
Sementara untuk tanah negara, Pemprov DKI menghadapi persoalan terkait landasan hukum karena peraturan gubernur tentang petunjuk teknis pembebasan tanah sudah dicabut. Alasan pencabutan adalah terbitnya keputusan presiden yang baru tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum.
Keppres itu mengamanatkan per 1 Januari 2015, ketua panitia pengadaan tanah ada di tangan Badan Pertanahan Nasional.
”Sebenarnya Pemprov DKI masih punya peluang sampai akhir Desember ini, tetapi peraturan gubernurnya sudah keburu dicabut. Kami berharap masih bisa menggunakan anggaran tahun ini (untuk pembebasan lahan),” ucap Saefullah.
Saefullah menambahkan, sejauh ini proyek MRT masih berjalan sesuai jadwal. Proses konstruksi tetap berlanjut di lokasi lain. Pekan lalu, pembangunan MRT memasuki tahap pemasangan dinding stasiun bawah tanah di Stasiun Bundaran HI. Pembangunan serupa juga akan berlangsung untuk Stasiun Senayan dan Setiabudi.
Mulai ditertibkanWali Kota Jakarta Selatan Syamsudin Noor, Minggu, mengatakan, setiap hari Senin dan Kamis, ia dan jajarannya memantau dan mengevaluasi proyek MRT.
”Kami monitoring dan evaluasi terus pelaksanaan dan kemajuannya untuk percepatan penyelesaian proyek ini,” katanya di sela-sela menghadiri Lebaran Betawi, di Taman Monas, Jakarta Pusat, kemarin.
Sepanjang September ini, penertiban di kawasan yang akan dilintasi MRT di Jakarta Selatan terus dilakukan. Di Jalan Fatmawati, sebanyak 59 bangunan diratakan dengan tanah sebagai persiapan pembangunan MRT. Saat ditertibkan, bangunan yang rata-rata berupa rumah toko (ruko) itu sebagian besar sudah ditinggalkan pemiliknya setelah menerima ganti rugi pembebasan lahan.
Pembongkaran di Jalan Fatmawati itu adalah penertiban ketiga dalam sedikitnya dua bulan terakhir. Penertiban sebelumnya telah dilakukan di kawasan Lebak Bulus dan Pondok Pinang. Selain sebagian kawasan permukiman yang dibebaskan demi terealisasinya MRT pertama di Jakarta, Stadion Sepak Bola Lebak Bulus dan Terminal Lebak Bulus juga akan dialihkan fungsinya untuk menjadi stasiun utama dan depo MRT.
Menurut Syamsudin, pembongkaran bangunan dilakukan sesuai prosedur. ”Sudah ada pelepasan hak oleh pemilik serta pemberitahuan dan peringatan sebelum pembongkaran,” katanya.
Wali Kota menambahkan, saat ini Sekretaris Kota Wahyu Haryadi yang bertindak sebagai Ketua Tim Pembebasan Lahan Proyek MRT Jakarta Selatan mengawasi penuh pembebasan lahan. Selain untuk membantu percepatan proyek, pemantauan juga untuk memastikan rakyat tidak dirugikan dengan mendapatkan hak semestinya.
Sampai sekarang, pembebasan lahan masih berlangsung. Sesuai data dari Camat Cilandak Dhany Sukma, seluruh bangunan di wilayahnya yang terkena dampak rencana proyek MRT sudah terbayarkan. Di Cilandak ada 48 bangunan yang digusur, yaitu yang berada di perempatan Fatmawati sampai batas Haji Nawi. Namun, masih ada beberapa bangunan lagi yang dibebaskan yang masuk ke Kecamatan Kebayoran Baru. (NEL/FRO)
Kompas 15092014 Hal. 25