JAKARTA, KOMPAS — Rancangan Undang-Undang Kelautan yang ditargetkan segera tuntas dinilai belum optimal mendorong fungsi koordinasi lintas kementerian dan lembaga yang menangani sektor kelautan. RUU itu dituntut memayungi pembenahan tata kelola laut yang selama ini semrawut.Ketua Dewan Pembina Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Riza Damanik dan Kepala Riset Pusat Kajian Kelautan dan Peradaban Maritim Suhana mengemukakan hal itu secara terpisah di Jakarta, Minggu (14/9).
Substansi UU Kelautan seharusnya bersinergi dengan UU lain dari kementerian terkait pengelolaan kelautan.
Penyelesaian RUU Kelautan tertunda sejak 2001 atau 13 tahun lalu. Saat ini, ada 17 kementerian dan lembaga yang menangani sektor kelautan. Egosektoral lintas pemerintah mendominasi, sedangkan infrastruktur kelautan tidak cukup mengimbangi sektor lain sehingga laut tertinggal.
Riza mengemukakan, RUU Kelautan harus menjadi instrumen yang menyelesaikan sinergi dan koordinasi kelembagaan kelautan. Selain itu, memperbesar kapasitas dalam mengelola perairan di wilayah yurisdiksi nasional dan pengoptimalan eksistensi di laut lepas.
Intervensi ketentuan teknis antara lain tecermin dalam bidang ekonomi seperti pengaturan reklamasi dan pembuatan galangan kapal. Ketentuan teknis seharusnya dikembalikan pada perundang-undangan teknis antara lain tentang perikanan, lingkungan, pariwisata, pesisir dan pulau-pulau kecil, perhubungan, serta migas dan energi.
”Semangat UU Kelautan harus dikembalikan pada fungsi koordinatif untuk menegaskan Indonesia memiliki kebijakan kelautan,” katanya.
IntervensiHal senada dikemukakan Suhana. RUU Kelautan terlalu jauh mengintervensi hal yang telah diatur dalam UU sektoral.
Sebaliknya, tidak ada penegasan tentang peran aktif masyarakat pesisir dan masyarakat adat dalam pembangunan kelautan. Investasi diperlukan dalam pembangunan kelautan, tetapi perlu jaminan peran serta masyarakat, termasuk keterlibatan masyarakat adat.
Suhana menambahkan, RUU Kelautan perlu disertai terobosan sanksi untuk menjamin keberpihakan pemerintah terhadap pembangunan kelautan. Pasal 10 Ayat 4 RUU Kelautan mengatur penyertaan luas wilayah laut sebagai dasar pengalokasian anggaran pembangunan kelautan.
Pakar hukum laut internasional Hasyim Djalal mengungkapkan, penyusunan RUU Kelautan sudah melalui proses yang sangat lama. DPR diharapkan memperhatikan dan mempertimbangkan beragam usulan dan masukan yang telah disampaikan publik. (LKT)
Kompas 15092014 Hal. 18