JAKARTA –Menteri Koordinator Perekono mian era Presiden Abdurrahman Wahid, Rizal Ramli, berpendapat, pembangunan kilang minyak di Indonesia mampu menghemat biaya pengadaan bahan bakar minyak sekitar Rp 80 triliun. Langkah ini akan membantu penyelamatan APBN. Menurut Rizal Ramli, pemerintah memiliki ruang untuk menyelamatkan Anggaran Pen dapatan dan Belanja Negara (APBN), bukan melalui pengurangan subsidi BBM tapi dengan memperbaiki tata kelola hulu minyak. Salah satu perbaikan tata kelola hulu minyak yang bisa ditempuh adalah membangun kilang minyak berkapasitas 3×200 ribu barel sehingga mampumenekan ongkos produksi bahan bakar minyak (BBM) seperti premium, solar maupun minyak tanah. Selama ini, kata dia, minyak mentah Indonesia diproses di Singapura yang membuat ongkos produksi melambung akibat sejumlah biaya yang dikenakan seperti ongkos transportasi dan asuransi, serta pajak yang dikenakan Pemerintah Singapura. “Kalau kilang dibangun, hal itu akan men ciptakan lapangan kerja dan bisa menghemat Rp 80 triliun,” ujarnya dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (9/9). Wakil Presiden terpilih Jusuf Kalla (JK) dalam rembuk nasional soal tata kelola migas menyatakan, membangun kilang minyak adalah salah satu solusi untuk memberantas mafia minyak.
Dengan memiliki kilang sendiri, pengadaan minyak impor dapat di lakukan antar-pemerintah (G to G) maupun melalui kontrak jangka pan jang. Dengan demikian, tidak ada lagi pembelian minyak di pasar spot. “Ini penting untuk memberantas mafia migas,” tutur JK.
Impor minyak mentah dan BBM saat ini mencapai 800-900 barel per hari.
Sejauh ini, pemerintah berniat membangun kilang minyak di Bon tang, Kalimantan Timur. Wakil Men teri Energi dan Sumber Daya Min eral (ESDM) Susilo Siswoutomo sebelumnya menyatakan, pemerintah segera mengumumkan tender proyek pembangunan kilang minyak mentah yang menggunakan mekanisme kerja sama pemerintah dengan swasta (public private partnership).
Susilo menuturkan, proyek kilang yang ditawarkan ke para investor akan memiliki kapasitas 1×300 ribu barel per hari (bph). Pemerintah menyediakan lahan seluas 700 hek tare untuk pembangunan kilang di Bontang. Bontang dipilih menjadi lokasi kilang lantaran infrastruktur penunjang sudah memadai.
Saat ini Indonesia memiliki enam kilang yang mengolah 1,031 juta barel minyak mentah per hari. Keenam kilang tersebut adalah kilang Dumai di Riau dengan kapasitas 170.000 bph, kilang Plaju di Sumsel berkapasitas 118.000 bph, kilang Cilacap kapasi tas 348.000 bph, kilang Balikpapan 260.000 bph, kilang Balongan di Jawa Barat dengan kapasitas 125.000 bph, dan kilang Kasim di Papua Barat de ngan kapasitas 10.000 bph.
Sejumlah perusahaan sudah meny atakan minatnya untuk membangun kilang di Indonesia. PT Kreasindo Resources Indonesia, misalnya, men jalin kerja sama dengan perusahaan migas asal Iran yaitu Nakhle Barani Pardis Co untuk membangun kilang minyak dengan investasi US$ 3 mil iar. Naskah kesepahaman (MoU) sudah ditandatangani beberapa waktu lalu.
Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Kementerian ESDM Moham mad Hidayat mengatakan, pemerintah mengalokasikan Rp 300 miliar lewat APBN 2014 untuk mengerjakan de sain dasar (basic engineering design/ BED) kilang berkapasitas 300.000 barel per hari. Pemerintah akan me lakukan tender BED tersebut dalam waktu dekat dan ditargetkan selesai dalam satu tahun.
Kemudian, pada 2015, pemerintah merencanakan pengerjaan desain rinci (front end engineering design/ FEED) dan kajian lokasi kilang. Pada 2016 atau awal 2017 diharapkan sudah mulai konstruksi. Dengan masa konstruksi empat tahun, kilang diharapkan bisa beroperasi pada 2021.
Kuwait Petroleum Corporation (KPC) dan Saudi Aramco juga ber minat membangun dua kilang berka pasitas masing-masing 300 ribu bph dengan menggandeng Pertamina. Pembangunan kedua kilang terken dala persetujuan insentif.
Solusi Cerdas
Lebih lanjut Rizal Ramli menyebut kan, upaya penyelamatan APBN beri kutnya adalah menekan cost recovery atau biaya eksplorasi kontraktor migas yang bisa ditagihkan ke pemerintah.
Rizal menilai, besaran cost recovery tidak wajar dan merugikan negara, pa dahal produksi minyak dan gas bumi turun 40%. “Melonjaknyacost recovery disebabkan oleh inefisiensi di sektor hulu migas serta salah pengelolaan. Seandainya berhasil menekan 30% cost recovery, kita hemat Rp 96 triliun,” ujarnya. Rizal menyoroti karut marutnya kegiatan eksplorasi migas. Pasalnya, hanya di Indonesia yang kegiatan eksplorasi dikenakan berbagai jenis pajak.
Padahal di negara lain, pajak dikenakan apabila sudah memasuki tahap eksploitasi. Menur ut dia, pajak eksplorasi itu membebani pelaku usaha sehingga cadangan migas sulit ditemukan dan berimbas pada rendahnya tingkat produksi minyak.
Pada kesempatan ini, Rizal Ramli juga menawarkan solusi cerdas terkait subsidi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Bagi dia, kenaikan harga BBM bersubsidi bukanlah solusi terbaik.
“Jika pemerintah menaikkan harga BBM subsidi Rp 3.000 per liter, 10 juta rakyat Indonesia yang selama ini hampir miskin akan menjadi benarbenar miskin,” kata Rizal.
Rizal menuturkan solusi cerdas yang ditawarkannya berupa subsidi silang BBM. Dia mengusulkan dua jenis BBM, yakni BBM Rakyat yang memiliki oktan 80-83 dan BBM Super dengan oktan 92. Dua jenis BBM ini diberi warna berbeda. Menurut Ri zal, jenis BBM Rakyat digunakan di sejumlah negara seperti di Amerika Serikat dengan oktan 86.
“Perbedaan oktan antara BBM Rakyat dan BBM Super akan mem buat pengendara mobil menengah atas takut menggunakan BBMRakyat. Mereka tidak ingin mesin mobilnya rusak akibat oktan rendah yang membuat biaya perbaikanmesin lebih mahal,” jelasnya.
Harga BBM Rakyat tetap Rp 6.500 per liter, sedangkan harga BBMSuper dibandrol sebesar Rp 12.500 per liter. Dia mengungkapkan, harga keeko nomian BBM sebesar Rp 8.400 per liter berdasarkan data Kementerian ESDM 2013.
Data BPHMigas 2013 menyatakan, kelompok menengah bawah meng konsumsi 55% BBM. Apabila kuota BBM bersubsidi 2015 mencapai 50 juta kilo liter (KL), jumlah konsumsi BBM kalangan menengah bawah sekitar 27,5 juta KL. Sisanya sebesar 22,5 juta KL atau 45% kuota dikon sumsi oleh masyarakat menengah atas.
Dengan begitu jumlah subsidi pemerintah sebesar 27,5 juta KL x Rp 1.900 per liter menjadi Rp 52,25 triliun. Namun pada saat yang sama, pemerintahmeraih laba dari penjualan BBMSuper mencapai Rp 92,25 triliun, dengan rincian 25,5 juta KL x Rp 4.100 per liter. “Dengan mekaninsme subsidi silang itu, pemerintah masih mengan tongi Rp 40 triliun per tahun,” ujarnya. Rizal juga menekankan pentingnya pengurangan penggunaan solar untuk pembangkit listrik PT PLN, karena biayanya lima kali lebih mahal diban ding pembangkit berbahan bakar batubara.
Pada bagian lain, Rizal mendesak pemotongan anggaran yang tidak perlu, denganmengurangi pengadaan mobil dinas, rumah dinas, maupun perjalanan dinas. Pemerintah bisa me motong belanja pengadaan itu sebesar Rp 10 triliun dan dialihkan ke sektor pertanian maupun peternakan. (hg)
Investor Daily, 10 September 2014, hal. 1