JAKARTA – PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) menaikkan kapasitas produksi terpasang menjadi 300 ribu ton dari sebelumnya 225 ribu ton per tahun. Ekspansi ini menelan dana US$ 135 juta.
Presiden Komisaris Inalum Agus Tjahajana mengatakan, penambah an kapasitas produksi dilakukan dengan menaikkan daya listrik pada tungku serta mengganti mesin-me sin produksi lama (debottlenecking).
“Hingga akhir tahun, produksi Inalum bisa mencapai 260-300 ribu ton. Dengan asumsi harga jual ratarata US$ 2.250 per ton, berarti pen dapatan bisa berkisar US$ 585-675 juta,” kata Agus di Jakarta, pekan lalu.
Agus menambahkan, nilai inves tasi debottlenecking jauh lebih ren dah ketimbang membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) alumina baru berkapasitas 260 ribu ton per tahun senilai US$ 1 miliar.
Angka itu belum termasuk biaya pembangunan pembangkit listrik dan pelabuhan kecil (jetty).
Dia mengatakan, strategi terse but masih akan dilanjutkan oleh Inalum. Itu artinya, Inalum belum berencana membangun pabrik baru dalamwaktu dekat. Saat ini, kata dia, total lahan milik Inalum mencapai 400 hektare (ha) di Kuala Tanjung, Asahan, Sumatera Utara. Dari jum lah itu, sekitar 200 ha dimanfaatkan untuk perumahan kar yawan dan fasilitas lainnya, sedangkan sisanya untuk pabrik peleburan aluminium.
“Dengan efisiensi dan debottlenecking, Inalum bisa menaikkan kapasitas produksi menjadi 300 ribu ton. Ekspansi akan terus dilakukan dengandebottleneckingdan efisiensi proses produksi,” kata Agus.
Agus menambahkan, saat ini, In alum hanya mengekspor sekitar 10% dari produksinya. Adapun sisanya sisanya dipasok ke dalam negeri.
“Sekarang, kami baru jual ke luar negeri kalau di dalam negeri tidak lagi ada yang order. Karena hargamengacu ke LondonMetal Ex change (LME), tidak masalah mau ekspor atau dijual di dalam negeri, meski kalaumenjual di dalamnegeri lebih lambat karena harus ditender,” kata Agus.
Tumbuh 11%
Sementara itu, data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) me nunjukkan, kebutuhan aluminium di Indonesia tumbuh 11% per tahun dalam kurun 2008-2013, sedangkan produksi hanya naik 5,39% per tahun. Pada 2013, konsumsi aluminium domestik mencapai 845.380 ton, sedangkan produksi 583.543 ton. Indonesia mengekspor 162.750 ton pada 2013, tapi juga mengimpor 424.587 ton.
Kemenperin memproyeksikan, kebutuhan aluminium nasional tahun ini mencapai 803.721 ton, dengan konsumsi per kapita sebesar 3,28 kilogram (kg) per tahun. Tahun depan, kebutuhan aluminium na sional diprediksi mencapai 859.334 ton, dengan konsumsi per kapita 3,36 kg per ton.
Untuk memperkuat str uktur industri aluminium di Indonesia, pemerintah mendorong investasi pembangunan smelter alumina. Kemenperin mencatat, saat ini, ada empat perusahaan yang berencana membangun smelter alumina, yakni PT Indonesia Chemical Alumina yang diprediksi menelan investasi US$ 500 juta, PT Well Harvest Win ning, PT Bintan Alumina, dan PT Antam (SGA) masing-masing senilai US$ 1 miliar. Total kapasitas terpa sang smelter empat perusahaan itu mencapai 3,3 juta ton.
Direktur Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah I Ditjen Pengem bangan Periwiayan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) I Gusti Putu Sur yawirawan mengatakan, saat ini, Indonesia baru memiliki industri hilir aluminium untukgrade produk konsumsi.
“Kami ingin industri di Indonesia bisa memproduksi alumina dengan grade tinggi yang bisa dipakai untuk membuat pesawat. Karena itu, di ka wasan industri Kuala Tanjung yang sedang dirancang, kami membidik industri-industri seperti ini. Kawasan itu sangat potensial untuk investor dan saat ini sudah adaanchor tenantnya yakni Inalum,” kata Putu.
Investor Daily, Selasa 9 September 2014, hal. 8