Kompensasi Belum Disepakati

JAKARTA, KOMPAS — Sektor industri tertekan kenaikan tarif listrik. Di sisi lain, pemberian kompensasi bagi industri akibat kenaikan tarif listrik hingga kini belum disepakati.
”Kenaikan tarif listrik secara bertahap tentu ada pengaruhnya terhadap kenaikan keluaran produk barang, tetapi diperkirakan tidak terlalu besar,” kata Menteri Perindustrian MS Hidayat, Senin (8/9), di Jakarta.
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian mengusulkan kompensasi untuk meringankan atau mengurangi kerugian industri yang terkena dampak kenaikan tarif listrik.
Usulan kompensasi itu antara lain berupa pembebasan bea impor mesin yang dapat mengefisienkan penggunaan listrik. Selain itu, juga penundaan Pajak Pertambahan Nilai bagi industri berbahan baku domestik dan penundaan pembayaran Pajak Penghasilan.
”Bisa dianggap bahwa itu belum disepakati saja,” kata Hidayat saat ditanya mengenai usulan kompensasi tersebut.
Dalam kesempatan terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat memastikan kenaikan tarif listrik menurunkan daya saing tekstil dan produk tekstil (TPT).
”Tidak ada satu pun negara di dunia yang mengalami kenaikan tarif listrik 40 persen dalam setahun seperti Indonesia,” kata Ade.
Kondisi ini menjadikan tarif listrik industri di Indonesia 10-12 sen dollar AS per kilowatt jam (kWh) lebih tinggi daripada Vietnam yang hanya 7 sen dollar AS per kWh.
Komponen biaya listrik sekitar 25 persen terhadap struktur biaya produksi pada industri serat. Adapun di industri pintal 20 persen, industri tenun 16 persen, dan industri garmen 2 persen.
”Akibat tambahan beban listrik, kami khawatir pada tahun depan pasar domestik akan dibanjiri produk impor yang sekarang saja sudah menggerus 60-70 persen pasar,” kata Ade.
Berdasarkan data API, nilai pasar TPT di Indonesia sekitar 7 miliar dollar AS. (CAS)
Kompas 09092014 Hal. 17

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Recent Posts

Comments are closed.