JAKARTA – PT Freeport Indonesia menyetujui keinginan Pemerintah Indonesia untuk menambah divestasi dari 10% menjadi 30%. Hal tersebut tertuang dalam kesepakatan memorandum of understanding (MoU) antara Freeport dan Pemerintah Indonesia.
Menteri Koordinator Bidang Per ekonomian Chairul Tanjung (CT) mengatakan, meskipun sudah ada kesepakatan penambahan saham, pemerintah saat ini tidak bisa lang sung menagih hal tersebut.
Karena itu, dia berharap, pemerin tahan baru dapat melaksanakan ke sepakatan tersebut. “Tidak mungkin pemerintah sekarang yang melaku kan, tetapi baru bisa dilakukan di pemerintahan yang akan datang karena perlu proses waktu,” kata CT pada penutupan Refleksi Tiga Tahun Pelaksanaan MP3EI, di Jakar ta, Jumat (5/9).
Pengamat Ekonomi Institute of De velopment for Economic and Finance (Indef) Ahmad Erani Yustika belum mau menilai, apakah penambahan kepemilikan saham dari 10% menjadi 30%merupakan sebuah langkah yang tepat dan strategis.
Menurut Erani, pemerintah sebaiknya fokus dengan skema baru yang mengerucut pada penguasaan dan pengelolaan 100% di Freeport. Itu terkait dengan akan berakhirnya masa kontrak Freeport pada 2021.
“Saya berharap, tahun 2019 bisa jadi momentum untuk negara kita. Pemerintah harus membuat skema untuk bisa mengelola semuanya. Artinya 100% penguasaan dan pengelolaan oleh Indonesia. Memang saat ini, Indonesia menguasai, tetapi pengelolaan masih di Amerika,” kata Erani saat dihubungi Investor Daily, Minggu (7/9).
Dia mengusulkan penguasaan dan pengelolaan Freeport nantinya bisa melalui badan usaha milik negara (BUMN).
Dividen
Menurut Erani, adanya penambahan saham akan diikuti bertambahnya besaran royalti dan dividen yang harus dibayar Freeport.
“Setiap penambahan diikuti konsekuensi penambahan juga terhadap royalti dan dividen. Besarannya, tentu disesuaikan dengan kesepakan,” tuturnya.
Sedangkan Menko Perekonomian Chairul Tanjung mengatakan, untuk masalah dividen, pemerintah akan memperjuangkan sesuai dengan mekanisme perusa haan, yakni melalui keputusan rapat umum pemegang saham (RUPS).
“Dividen tentu akan diperjuangkan karena pemerintah termasuk dalam pemegang saham, namun penentuan dividen sesuai mekanisme perusahaan,” ujar dia.
Menurut CT, pemerintah juga tidak bolehmemaksakan jumlah dividen karena sangat tergantung kepada arus kas perusahaan. Pemerintah baru bisa memaksa dalam tiga hal yaitu masalah royalty, pajak, dan bea keluar. Di luar itu, pemerintah berhak mengikuti mekanisme peru sahaan termasuk penentuan besaran dividen.
Sekretaris Komite Ekonomi Nasional (KEN) Aviliani mengatakan, dividen perusahaan merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang harus diperjuangkan. Menurut dia, dengan adanya dividen penerimaan negara bisa lebih ditingkatkan.
“Penerimaan negara tidak hanya dari pajak tetapi juga dari dividen,” ujar dia.
Pemerintah, kata dia, harus memperjuangkan dividen dari PT. Freeport, karena pemerintahmempunyai saham mencapai 10%. Hal itu bersamaan dengan beropera sionalnya kembali ekspor mineral Freeport.
Aviliani mengatakan, di saat pemerintah menerapkan larangan ekspor minerba untuk Freeport, kinerja pe rusahaan itu pun menjadi terganggu. “Ini kesempatan emas bagi pemerintah untuk perjuangkan dividen,” ujar dia. (c02)
Investor Daily, Senin 8 September 2014, hal. 20