Usaha Pemerintah Tak Berdampak Ke Maskapai

JAKARTA – Kementerian Per­hubungan tengah meng­ kaji kebijakan di bidang pe­ nerbangan untuk membantu mas­kapai keluar dari masa krisis. Plt Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Santoso Eddy Wibowo mengatakan pe­ merintah selama ini tidak tinggal diam dengan kondisi ekonomi yang mempengaruhi maskapai penerbangan.
“Kami kan sudah ajak duduk ber­sama dari berbagai pihak, ada INACA sendiri, Angkasa Pura, Pertamina, Airnav, dan Ke­ menterian BUMN untuk mem­ bahas persoalan ini. Namun masing-masing sedangmengkaji lebih lanjut, karena industri pe­ nerbangan ini menyangkut ba­nyak pihak,” kata Santoso saat dihubungi Investor Daily di Jakarta, akhir pekan lalu.
Santoso mengatakan per­te­ muan yang membahas revisi ta­rif batas atas angkutan pe­ nerbangan kelas ekonomi ter­ sebut belum menghasilkan pu­ tusan. “Kalaumaskapai kan pasti ingin semua biaya dikurangi (har­ga avtur dari Pertamina, pa­jak bandara dan airnav). Tapi ka­mi mempertimbangkan yang lain karena mereka harus tetap hidup,” kata Santoso.
Sementara, Santoso juga me­ ngatakan pihaknya sudahmeng­ usulkan pembebasan bea masuk untuk suku cadang (sparepart) pe­sawat. “Kami sudahmengirim surat ke Kemenkeu tapi belum ada respons,” katanya.
Dia juga mengungkapkan Ke­menhub dibantu Angkasa Pura sudahmengembangkan in­ frastruktur pendukung industri pe­nerbangan. “Untuk open sky kan sudah siap semua bandara se­perti Kualanamu. Makassar, Surabaya, dan Denpasar sedang ditingkatkan kapasitas. Dari sisi air­lines kami lihat Garuda pun su­dah kuat untuk sekarang. Jadi kami dukung semuanya untuk open sky,” katanya.
Sebelumnya, Asosiasi Per­ usa­haan Penerbangan Nasional In­donesia (INACA) meminta pe­­merintah menciptakan at­ mos­fer yang baik bagi in­dus­ tri penerbangan untuk meng­ antisipasi pemberlakukan open sky pada tahun depan.
“Kami rasa apa yang kami usa­ hakan belummendapat respons (dari pemerintah) sehingga men­ciptakan perubahan yang signifikan. Perlu diketahui open sky tinggal menunggu ta­hun depan, tapi kita masih ada kendala untuk bersaing de­ngan maskapai asing. jadi ada beberapa faktor yang meng­ hambat daya saing itu terutama regulator. Kami sudah me­ nyampaikan beberapa poin seperti harga avtur yang mahal, bea sparepart, dan tarif batas atas. Tapi ini masih terkendala un­tuk dibuat suatu kebijakan,” kata Ketua Umum INACA Arif Wibowo.
INACA telah mengajukan 300 jenis komponen pesawat yang mayoritas diproduksi di Amerika Serikat dan Eropa ke Ke­men­ te­rian Perhubungan untuk men­dapatkan pembebasan bea ma­suk. Kemenhub sudah me­ nyetujui 27 jenis sparepart dan melanjutkan permintaan itu ke Kementerian Perindustrian. Na­ mun, dari 27 jenis yang disetujui hanya empat jenis.
“Kami harap bea masuk spare part pesawat bisa 0%. Karena bia­ya untukmembeli komponen bi­sa mencapai 25% dari be­ban operasional maskapai. Se­be­ narnya sampai 2007 kami di­ bebaskan bea masuk, karena ada aturan cukai Bea Masuk Di­tanggung Pemerintah. Tapi rea­lisasinya nol,” kata dia.
Sebagai perbandingan, negara te­tangga seper ti Malaysia, Singapura dan Thailand telah mem­bebaskan bea masuk atas komponen pesawat demi me­nunjang keberlangsungan industri penerbangannya, se­ mentara Indonesia masih me­ nerapkanbeamasuk sukucadang pesawat dengan kisaran 5-7%.
Dalam kesempatan itu, Ko­ misarisUtamaAirAsiaDharmadi mengatakan regulasi yang di­ buat pemerintah Indonesia tidak memihak maskapai. Hal ini berbeda dengan negara lain, di mana pemegang kebijakan memperhatikan kebutuhan operator penerbangan. (lrd)
Investor Daily, Senin 8 September 2014, hal. 6

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.