JAKARTA, KOMPAS — Industri berbagai sektor di Indonesia masih bergantung pada mesin impor. Keberadaan industri baja yang kuat dapat menopang tumbuhnya industri permesinan di Indonesia. Industri baja itu menyuplai kebutuhan di dalam negeri, termasuk material untuk industri mesin.”Mesin-mesin membutuhkan baja dengan spesifikasi khusus yang tidak renggang meskipun kena panas tinggi. Hal ini penting karena erat kaitannya dengan presisi,” kata Kepala Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri Kementerian Perindustrian Arryanto Sagala di Jakarta, pekan lalu.
Arryanto menuturkan, kekuatan industri baja suatu negara berkorelasi dengan kuatnya industri mesin di negara tersebut. Negara-negara produsen mesin unggul pasti memiliki industri baja yang tangguh pula.
Menurut Arryanto, Kemenperin berusaha mendorong tumbuhnya industri baja di Tanah Air agar semakin kuat. Industri-industri baja tersebut selanjutnya diharapkan dapat menyuplai kebutuhan di dalam negeri.
Di sisi lain, Kemenperin berupaya mengusulkan agar batasan minimal investasi sebagai syarat mendapatkan fasilitas pembebasan pajak, yakni Rp 1 triliun, dapat diturunkan bagi industri mesin. Alasannya, banyak investasi industri mesin yang nilainya tidak sampai Rp 1 triliun.
Pada rapat koordinasi membahas kebijakan pembebasan pajak di Kementerian Koordinator Perekonomian, pekan lalu, disepakati beberapa hal untuk mendorong investasi. Menurut Menko Perekonomian Chairul Tanjung, pemerintah akan memberikan fasilitas lebih bagi industri yang berkaitan erat dengan kepentingan nasional.
”Industri baja sebagai industri hulu untuk mengembangkan industri barang modal juga akan kami berikan fasilitas lebih dibandingkan yang lain. Teknisnya akan dibahas di kementerian terkait,” kata Chairul.
Investasi turunBerdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal per 30 Juni 2014, investasi di sektor industri-termasuk industri logam dan industri mesin- sepanjang semester I-2014 turun dibandingkan periode yang sama tahun 2013.
Investasi penanaman modal dalam negeri sektor industri periode Januari-Juni 2014 sebesar Rp 23,18 triliun. Jumlah itu turun 13,87 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2013 sebesar Rp 26,92 triliun. (CAS)
Kompas 08092014 Hal. 19