INACA: Kondisi Industri Penerbangan Darurat

JAKARTA – Asosiasi Per­ usahaan Penerbangan Nasional Indonesia atau Indonesia Na­ tional Air Carrier Association (INACA) mendesak pemerintah men­ciptakanatmosfer yang lebih baik bagi industri penerbangan, mengingat sejumlah persoalan krusial yang menimpa pelaku in­dustri penerbangan saat ini berpotensi menganggu ke­lan­ caran operasional.
“Saatnya pemerintah mem­ be­rikan kepastian bagi INACA mengingat tantangan industri pe­nerbangan ke depan semakin berat, ter utama menjelang pem­berlakuan Asean open sky policypada 2015 dan juga belum siapnya industri strategis aviasi nasional dalammendukung bis­ nis penerbangan,” kata Ketua Umum INACA Arif Wibowo da­lam keterangan tertulis yang diterima Investor Daily di Ja­ karta, Kamis (4/9).
Arif mengatakan, maskapai pe­nerbangan nasional saat ini dalam kondisi sulit karena ter­ jadinya depresiasi nilai tukar ru­piah terhadap dolar Amerika Serikat. Maskapai juga semakin ter­bebani biaya operasional aki­bat meroketnya harga avtur, bea masuk suku cadang pesawat yang tinggi, hingga pelaksanaan audit dan fasilitas kebandaraan.
Menur ut dia, sekitar 85% bia­ya operasional pesawat ber­ gantung pada dolar. Biaya un­ tuk membeli komponen bisa mencapai 25% dari beban ope­ rasional. Sedangkan biaya av­ tur mencapai 45-50% dari bia­ya operasional penerbangan. Im­ por tir komponen selama ini me­­nanggung bea masuk 7-8% dari harga komponen.
Padahal har­ga komponen pesawat relatif mahal, terlebih di tengah nilai tukar rupiah yang melorot atas dolar AS. “Padahal, industri pe­ner­bang­ an merupakan jembatan udara yang membantu kelancaran dis­tribusi logisik dan juga mem­bangun konektivitas in­ tra­wilayah. Pada akhir nya akan mewujudkan industri pe­nerbangan nasional yang man­diri dan memberikan ke­ un­tungan bagi perekonomian dae­rah dan nasional,” papar Arif.
INACA, lanjut dia, telahmeng­ aju­kan 300 jenis komponen pe­ sawat (mayoritas diproduksi di Amerika Serikat dan Eropa) ke Kementerian Perhubungan untuk mendapatkan pem­be­bas­ an bea masuk dan disetujui 27 je­nis. Permintaan tersebut lalu di­lanjutkan lagi ke Kementerian Per­industrian. “Namun dari 27 je­nis yang disetujui Kementerian Per­hubungan, hanya empat jenis yang disetujui oleh Kementerian Perindustrian,” kata dia.
Sebagai perbandingan, kata dia, negara tetangga seperti Ma­ laysia, Singapura, dan Thailand telah membebaskan bea masuk atas komponen pesawat demi me­nunjang keberlangsungan industri penerbangannya. Se­dangkan Indonesia masih me­nerapkan bea masuk su­ ku cadang pesawat dengan ki­saran 5-7%. “Kami minta ini di­turunkan, atau tidak dipungut sa­ma sekali,” ujar dia. (ean)
Investor Daily, Jumat 5 September 2014, hal. 25

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.