RISIKO PELEMAHAN RUPIAH: Aturan Utang untuk Swasta Segera Terbit

JAKARTA—Menteri Keuangan M. Chatib Basri menyatakan Bank Indonesia akan segera merilis aturan mengenai persyaratan utang luar negeri swasta guna mengantisipasi terjadinya gagal bayar ketika terjadi pelemahan kurs rupiah.
Chatib mengatakan regulasi itu akan mengatur syarat aktiva-pasiva valuta asing yang harus dimiliki korporasi. Menurutnya, tidak soal BI mengatur perusahaan nonbank, mengingat bank sentral memiliki kewenangan mengatur soal valas.
“Bank Indonesia yang akan bikin covenantnya (perjanjian dengan perusahaan debitur). Coba tanya Pak Agus [Gubernur BI Agus Martowardojo],” kata Chatib tanpa
bersedia merinci persyaratan itu seusai rakor Pinjaman Komersial Luar Negeri di kantor Kemenko Perekonomuian, Kamis (4/9).
Menurut Chatib, aturan itu perlu dibuat untuk mengantisipasi guncangan rupiah saat terjadi turbulensi ekonomi global yang dapat melipatgandakan kewajiban utang perusahaan dan memicu gagal bayar. Apalagi, saat ini negara berkembang, termasuk Indonesia, menghadapi tantangan yang perlu diantisipasi.
Tantangan itu adalah normalisasi kebijakan moneter the Fed yang sewaktu-waktu dapat menekan rupiah. “Kalau rupiah tertekan, utang kamu yang tadinya satu, kan jadi lebih mahal. Sementara, revenue kamu dalam rupiah. Kalau itu yang terjadi, ada
currency missmatch,” tuturnya.
Menko Perekonomian Chairul Tanjung mengatakan pihaknya akan memperhatikan pengajuan
utang BUMN dan swasta dalam jumlah besar. “Jangan sampai saat jatuh tempo terjadi kebutuhan besar, kami mendukung namun ada beberapa persyaratan demi melindungi kepentingan perusahaan sendiri,” katanya.
DIVIDEN BUMN
Dalam perkembangan lain, penolakan DPR terhadap rencana pemangkasan target setoran dividen BUMN ke negara pada APBNP 2014 senilai Rp37,96 triliun dari target Rp40 triliun pada APBN 2014 membuat pemerintah harus memutar otak untuk menambal kekurangan target penerimaan.
Menteri BUMN Dahlan Iskan mengatakan pemerintah akan akan mengusahakan pencapaian target setoran BUMN tersebut dengan berbagai cara, terutama penarikan dividen dari PT Freeport Indonesia yang selama dua tahun tidak membagi dividen.
Berdasarkan hitungan pemerintah, BUMN hanya mampu menyetorkan dividen Rp37,5 triliun-Rp38,5 triliun.
“Sudah dirumuskan oleh para deputi, saya tidak hafal [untuk memenuhi target APBNP 2014]. Iyalah [satu-satunya cara dengan menarik dividen Freeport],” ujarnya.
Dahlan mengaku terus melakukan koordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk menagih
dividen yang diperkirakan berpotensi di atas Rp2 triliun. Upaya tersebut akan semakin gencar dilakukan apalagi sejak bulan lalu, perusahaan ini sudah diizinkan
kembali mengekspor konsentrat mineral.
Sebelumnya, dalam beberapa rapat kerja dengan DPR, pemerintah diminta menagih divi-
den Freeport karena selama ini pemerintah mengaku kalah suara mengingat saham pemerintah di Freeport hanya sekitar 10%. DPR bahkan pernah meminta ada pembahasan khusus soal Freeport di panja.
Dahlan mengatakan, “Kalau pemiliknya menghendaki keuntungan lebih banyak diserahkan ya harus dipatuhi karena perusahaan negara ini miliknya negara sehingga harus tunduk pada kemauan negara yang dalam hal ini pemerintah dan DPR.”
Sumber: Bisnis Indonesia. 05 September 2014. hal: 4

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.