JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah memutuskan memperpanjang satu tahun aturan fasilitas pembebasan pajak yang saat ini sudah habis jangka waktunya. Adanya fasilitas yang luwes ini diharapkan akan memperbesar masuknya investasi, terutama dari luar negeri ke Indonesia.
”Hasil pembahasan tadi, fasilitas tax holiday (pembebasan pajak) yang ada selama ini masih diperlukan dunia usaha domestik dan investasi dari luar negeri,” kata Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung, di Jakarta, Kamis (4/9).
Chairul mengatakan hal tersebut seusai memimpin rapat koordinasi membahas kebijakan pembebasan pajak. Sehabis rapat, digelar rapat koordinasi membahas tentang utang luar negeri.
Hadir dalam rapat koordinasi tersebut, antara lain, Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo, Menteri Keuangan M Chatib Basri, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Mahendra Siregar, serta Kepala Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim, dan Mutu Industri Kementerian Perindustrian Arryanto Sagala.
Terkait usulan perubahan terhadap fasilitas pembebasan pajak, Chairul mengatakan bahwa prosesnya membutuhkan waktu panjang. ”Jadi, keputusannya, fasilitas pembebasan pajak yang ada diperpanjang dulu,” katanya.
Rapat juga menyepakati pembentukan tim yang dipimpin Kementerian Keuangan. Anggota tim mencakup BKPM, Kemenperin, dan Kemendag.
Tim itu akan mengevaluasi segala aspek kebijakan pembebasan pajak sedemikian rupa agar luwes. Apalagi, negara-negara tetangga saat ini juga memberikan insentif serupa yang terkadang lebih atraktif daripada yang diberikan Indonesia.
”Namun, bukan berarti 100 persen akan mengikuti negara tetangga. Kepentingan nasional tetap dilihat,” kata Chairul.
Industri hulu
Chairul mencontohkan, Indonesia saat ini membutuhkan industri hulu petrokimia. Jadi, investasi pembangunan kilang dan industri petrokimia akan mendapatkan fasilitas lebih daripada industri lain. Begitu pula industri hulu baja yang penting untuk mengembangkan industri barang modal akan mendapatkan fasilitas lebih dari yang lain.
Batasan minimal investasi dinilai harus luwes pula dan tak bisa dipukul rata untuk semua industri. Hal ini karena setiap industri berkarakteristik berbeda.
Chairul mengatakan, tim diberi waktu hingga akhir September 2014 untuk membahas perubahan kebijakan pembebasan pajak. Hal ini supaya pada minggu pertama Oktober 2014 sudah dapat diputuskan.
Chairul menuturkan, rapat secara umum juga mendukung pengajuan pinjaman komersial luar negeri (PKLN) oleh tiga perusahaan, khususnya BUMN. Tiga perusahaan itu adalah PT Pelindo II, PT Supreme Energy Rantau Dedap, dan PT Bhimasena Power Indonesia. Tiga BUMN ini mengajukan pinjaman berjangka panjang sampai dengan 15 tahun.
Rapat mendengarkan pandangan Kemenkeu secara detail mengenai tekanan yang mungkin timbul pada neraca pembayaran. Demikian pula perhatian BI agar jangan sampai saat jatuh tempo terjadi kebutuhan dollar AS yang besar dan mendadak.
Agus Martowardojo menuturkan, PKLN bisa dikaji dampaknya terhadap neraca pembayaran Indonesia. ”Juga dampaknya terhadap kebersamaan, pada waktu bersama masuk di pasar supaya bisa dilakukan urutan yang baik serta untuk menjaga komitmen dan reputasi Indonesia,” kata Agus.
Kompas 05092014 Hal. 20