BATAM, KOMPAS — Kelompok usaha tenaga nuklir Rusia, Rosatom, menjajaki kemungkinan investasi kelistrikan di Indonesia. Rosatom menawarkan teknologi yang lebih murah dan mutakhir kepada Indonesia.Direktur Pengembangan Bisnis Rosatom Anna Kudryavtseva mengatakan, pihaknya tengah menjajaki kemungkinan membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Indonesia. Beberapa tempat layak dijadikan tempat pembangunan PLTN.
”Kami siap mendiskusikan kebutuhan Indonesia. Kami melihat Batam sebagai daerah yang berkembang pesat dan akan membutuhkan pasokan listrik yang besar,” ujarnya di Batam, Kepulauan Riau, Kamis (4/9).
Untuk memenuhi kebutuhan listrik beberapa tahun ke depan, Batam bisa membangun pembangkit hingga 2,4 gigawatt (GW). Investasi untuk pembangkit itu sekitar 9 miliar dollar AS.
”Bisa jadi berubah karena akan bergantung pada kondisi saat pembangunan. Tahun lalu, di salah satu negara, kami bisa menekan investasi hingga 25 persen dari nilai awal,” ujar Anna tanpa menyebut negara yang dimaksud.
Rosatom, lanjut Anna, siap menyediakan hingga 49 persen dari total kebutuhan investasi. Pihaknya juga akan membantu penyediaan kebutuhan teknis untuk pembangunan dan pengoperasian PLTN.
Staf Ahli Ketua Badan Pengusahaan (BP) Batam Asroni Harahap menuturkan, Batam harus mencari alternatif sumber energi yang efisien dalam jangka panjang. Batam tidak memiliki sumber energi apa pun. Padahal, kebutuhan listrik di Batam meningkat rata-rata 10 persen per tahun.
Saat ini, Batam membutuhkan rata-rata 700 megawatt (MW) yang dipenuhi oleh lima perusahaan tenaga listrik. Lebih dari separuh dipenuhi PT Pelayanan Listrik Nasional Batam, anak perusahaan PT PLN (Persero).
”Batam tidak bisa terus bergantung pada energi fosil. Dalam beberapa tahun mendatang, harga energi fosil, terutama minyak, akan melonjak rata-rata 60 persen, sementara kenaikan rata-rata bahan bakar PLTN hanya 3 persen per tahun,” ujarnya.
Asroni menegaskan, Batam belum tentu membangun PLTN untuk memenuhi kebutuhan listrik. PLTN dipertimbangkan sebagai salah satu opsi. (RAZ)
Kompas 05092014 Hal. 17
”Kami siap mendiskusikan kebutuhan Indonesia. Kami melihat Batam sebagai daerah yang berkembang pesat dan akan membutuhkan pasokan listrik yang besar,” ujarnya di Batam, Kepulauan Riau, Kamis (4/9).
Untuk memenuhi kebutuhan listrik beberapa tahun ke depan, Batam bisa membangun pembangkit hingga 2,4 gigawatt (GW). Investasi untuk pembangkit itu sekitar 9 miliar dollar AS.
”Bisa jadi berubah karena akan bergantung pada kondisi saat pembangunan. Tahun lalu, di salah satu negara, kami bisa menekan investasi hingga 25 persen dari nilai awal,” ujar Anna tanpa menyebut negara yang dimaksud.
Rosatom, lanjut Anna, siap menyediakan hingga 49 persen dari total kebutuhan investasi. Pihaknya juga akan membantu penyediaan kebutuhan teknis untuk pembangunan dan pengoperasian PLTN.
Staf Ahli Ketua Badan Pengusahaan (BP) Batam Asroni Harahap menuturkan, Batam harus mencari alternatif sumber energi yang efisien dalam jangka panjang. Batam tidak memiliki sumber energi apa pun. Padahal, kebutuhan listrik di Batam meningkat rata-rata 10 persen per tahun.
Saat ini, Batam membutuhkan rata-rata 700 megawatt (MW) yang dipenuhi oleh lima perusahaan tenaga listrik. Lebih dari separuh dipenuhi PT Pelayanan Listrik Nasional Batam, anak perusahaan PT PLN (Persero).
”Batam tidak bisa terus bergantung pada energi fosil. Dalam beberapa tahun mendatang, harga energi fosil, terutama minyak, akan melonjak rata-rata 60 persen, sementara kenaikan rata-rata bahan bakar PLTN hanya 3 persen per tahun,” ujarnya.
Asroni menegaskan, Batam belum tentu membangun PLTN untuk memenuhi kebutuhan listrik. PLTN dipertimbangkan sebagai salah satu opsi. (RAZ)
Kompas 05092014 Hal. 17