Ketika flag carrier Garuda Indonesia jadi bangkrut dan hanya bernilai US$ 1 pada 1998, mengganti orang nomor satunya adalah langkah paling mendasar untuk penyelamatan. Selain memiliki kemampuan, pemimpin baru yang ditunjuk harus dapat dipercaya dan tangkas membalikkan keadaan. Dari situlah kemudian dapat disusun program transformasi yang jelas dan efektif. Program yang tidak hanya bagus secara konseptual, tetapi juga dipastikan berjalan secara konsisten, tahap demi tahap, dan berkesinambungan.
Hal itulah yang diputuskan Tanri Abeng saat ditunjuk Presiden Soeharto menjadi menteri BUMN pada 1998, dengan tugas pertama menyelamatkan Garuda. Tugas ini termasuk memberantas mafia di Garuda, untuk membenahi maskapai penerbangan pelat merah yang akan dibangkrutkan bank-bank kreditornya. Para bankir ini siap melego pesawatpesawat Garuda.
Meski mengantongi izin dari Soehartountukmengganti seluruhdireksi, eksekusi rencana itu bukanlah perkara sederhana, lantaran yang dihadapi adalahmafia yang sudah bercokol 7 tahun. Tanri pun memilih bankir andal Robby Djohan, yang sudah lama dikenalnya. Mantan dirut Bank Mandiri dan Bank Niaga ini dipilih untuk menjadi dirut Garuda yang baru.
“Saya langsung hubungi Robby Djohan, yang cukup gila untuk menghadapi mafia-mafia itu. Jadi, saya percayakan ke dia,” tutur Tanri saat peluncuran buku perjalanan transformasi Garuda bertajuk From One Dollar to Billion Dollars Company, di Jakarta, Kamis (4/9). Buku ini ditulis oleh Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar dan ekonom Rhenald Kasali.
Namun, Robby tak serta merta menerima tawaran tersebut. Ia meminta dua syarat, yakni hanya bekerja 6 jam per hari dan seluruh kewenangan menunjuk direksi diserahkan padanya. Tim pun lantas mencari sosok tepat sebagai direktur keuangan dan Tanri merelakan sekretaris kementerian, Ghani, menjadi anak buah Robby di Garuda Indonesia.
Garuda mulai berbenah, dengan mula-mula berupaya menggalang dana dari investor potensial. “Saya minta Robby mencari investor, karena kami nggakada duit. Garuda ternyata hanya dihargai US$ 1 oleh investor. Kata Robby, untuk perusahaan yang negative equity, nilai itu sudah sangat bagus,” papar Tanri.
Dari situlah, akhirnya Tanri bersama jajaran direksi yang baru bertekad meningkatkan nilai perusahaan. Jalan pertama adalah menggagalkan delapan kontrak berbau KKN, yang nilainya cukup besar.
Garuda pun akhirnya kembali bisa mengepakkan sayapnya di bisnis dirgantara dunia.
Tantangan Bagi Emirsyah
Dalam perkembangan Gar uda kemudian, kembali bankir andal, Emirsyah Satar bergabung. Ia menjadi direktur keuangan dan diangkat menjadi direktur utama sejak 2005.
Tanri menuturkan, keputusannya untuk mengangkat Emirsyah Satar menjadi dirut Garuda Indonesia sangat tepat. Hal ini terbukti saat Emirsyah bisa mengantarkan Garuda melepaskan saham perdana ke publik tahun 2011.
“Di Indonesia, yang paling mahal itu adalah trust atau kepercayaan. Saya memilih Pak Emirsyah menjadi direktur utama Garuda, karena saya yakin dia akan membawa perubahan ke depan,” katanya.
Emirsyah bercerita, banyak kalanganwaktu itumemperkirakan Garuda tidak bisa bangkit. Hal ini justru menjadi tantangan baginya.
Ia pun tak gentar kala harus merelakan gajinya turun drastis dibanding saat menjadi wakil dirut Bank Danamon yang dibayar Rp 500 juta per bulan. Sebagai dirut Garuda, ia hanya digaji Rp 80 juta per bulan.
“Tahun 2005, Garuda tak lagi menjadi pilihan utama di sektor penerbangan, bahkan banyak yangmencemooh Garuda sudah menjadi bebek yang siap diterkam burung elang. Justru saya anggap ini menjadi tantangan dan ternyata kesungguhan membawa kami menjadi besar. Air mata saya keluar tatkala mau IPO.
Garuda dulu yang hanya dihargai US$ 1, sekarang setelah 13 tahun, menjadi billion dollars,” tutur dia. Garuda mampu bertransformasi secara bertahap sejak 2005, melewati fasesurvival, turn around, growth, dan akhirnya menjadi maskapai penerbanganglobal player. Garuda menjadi satu-satunya maskapai Indonesia yang bisa terbang ke Eropa, Amerika Serikat, dan Australia.
“Cuma Garuda yang punya lisensi tersebut dan ini merupakan prestasi yang membanggakan saya,” ucap dia.
Akademisi danpraktisi bisnisRhenald Kasalimengungkapkan, di bawahmanajemen yang cakap, Garuda mampu bertransformasi dari kondisi terbelenggu menjadi terbebas dan tangkas. Proses tersebut diharapkan jadi pembelajaran bagi masyarakat, khususnya kalangan entrepreneur di Indonesia.
Garuda yang terempas tahun 1998 kini menjadi maskapai penerbangan papan atas. Padahal, saat Indonesia dihantam krismon itu, utang perusahaan mencapai US$ 1,81 miliar. Utang ini terdiri atason-balance sheet sebesar US$ 779,3 juta dan off balance (biaya leasing pesawat A-330 dan B-737) sebesar US$ 1,03 miliar.
Hampir semua kewajiban waktu itu sudah jatuh tempo, padahal Garuda hanya memiliki dana sekitar US$ 20 juta sebagai modal kerja. Uang itu bahkan tak cukup untuk menutup biaya operasional sebesar US$ 60 juta.
Namun, kerja cerdas manajemen berserta seluruh karyawan mampu bertahapmembalikkan keadaan. Pada 2011 Garuda resmi go public dan berhasil mencatatkan nilai US$ 1,8 miliar di Bursa Efek Indonesia, dari US$ 1 pada 1998. (dari berbagai sumber)
Investor Daily, Jumat 5 September 2014, hal. 1