JAKARTA – Menteri Perindustrian (Menperin) MS Hidayat mengatakan, investor di sektor barang modal, khususnya permesinan, tak tergiur untuk memanfaatkan insentif fiskal untuk investasi, seperti pembebasan pajak dengan jangka waktu tertentu (tax holiday).
“Pemanfaatan fasilitas tax holiday di sektor barangmodal berjalan. Yang be lum itu permesinan. Mungkin, menu rut mereka pasar di sini masih belum menarik,” kata Hidayat usai Penyera han Sertifikat Obyek Vital Nasional Sektor Industri bersama Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan Kepolisian Republik Indonesia (Baharkam Polri) Irjen Putut Eko Bayuseno di Jakarta, Rabu (3/9).
Padahal, kata Hidayat, ketergan tungan industri di dalam negeri atas pasokan barang modal impor masih tinggi. Dia memprediksi, setidaknya rata-rata 60% kebutuhan barang modal dan bahan baku industri di dalam ne geri masih dipasok dari impor.
Untuk itu, menurut dia, Kemen terian Perindustrian (Kemenperin) dalam lima tahun berikutnya perlu memprogramkan upaya penurunan ketergantungan barang modal dan bahan baku impor. “Menteri terkait juga harus ikut berperan memberikan stimulasi untuk mendorong upaya tersebut,” tutur dia.
Secara terpisah, Staf Khusus Men perin Erna Zetha Rusman mengata kan, minimnya pemanfaatan insentif fiskal seperti tax holiday oleh investor di bidang barang modal dan permes inan juga disebabkan oleh kebijakan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). “Kemenkeu dalammemberikan insen tif fiskal itu tidak sepenuh hati. Saya pribadi melihatnya begitu,” kata Erna.
Namun, dia menyadari, hal itu juga bisa disebabkan oleh kondisi keuang an Indonesia yang masih tertekan. “Mungkin karena kondisi keuangan kita juga masih berat. Ruang fiskal kita terbatas. APBN saat ini dalam posisi yang berat juga,” kata Erna.
Di sisi lain, Erna menuturkan, in vestor yang masuk ke sektor barang modal dan bahan baku di Indonesia juga masih kurang. Hal itu karena pro dusen barang modal di dunia saat ini sudahmemiliki jaringan pasar sendiri.
Dia mencontohkan industri-industri Jepang di Indonesia. Perusahaanperusahaan tersebut, mendatangkan bahan baku dan barang modalnya dari Jepang atau perusahaan mitra di negara lain. “Sudah saatnya menarik investor membangun industri barang modal dan bahan baku di dalam ne geri,” tegas Erna.
Pemerintah, lanjut Erna, perlu me nerapkan kebijakan yang dilakukan Brasil. Dengan demikian, industri di dalam negeri didorong untuk meng utamakan pemakaian barang modal dan bahan baku yang diproduksi lokal.
“Misalnya di bidang komoditas kopi. Brasil itu menerapkan kebijakan yang tidak takut dengan aturan WTO atau kesepakatan lainnya. Mereka mengutamakan pemakaian di dalam negeri dulu. Jadi, pemerintah di sana itu mengizinkan ekspor kopi kalau memang panennya banyak. Tapi, ketika panen sedikit, ekspor langsung ditutup,” jelas Erna. (eme)
Investor Daily, Kamis 4 September 2014, hal. 8