BANDUNG, KOMPAS — Pemerintah perlu menarik kembali draf Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang sedang dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat. Setelah diperbaiki dengan melibatkan partisipasi publik, draf kedua RUU itu baru diserahkan kembali ke DPR periode 2014-2019 untuk dibahas.Demikian pemikiran yang muncul dalam diskusi publik dan peluncuran buku hasil kajian RUU KUHP hasil kerja sama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Indonesia Corruption Watch, dan Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Selasa (2/9), di Bandung. Hadir sebagai pembicara dalam acara ini, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, praktisi komunikasi Effendi Gazali, anggota DPR Ruhut Sitompul, serta pengajar di Unpar, Agustinus Pohan dan Budi Prastowo.
”RUU (KUHAP dan KUHP) itu bukan hanya melemahkan, tetapi juga cenderung membubarkan KPK,” ujar Ruhut.
Selama ini, pemerintah dan Komisi III DPR tetap berusaha membahas RUU KUHAP dan KUHP. Padahal, dengan jabatan yang akan berakhir pada 30 September, hampir dapat dipastikan DPR periode saat ini tidak akan dapat menyelesaikan pembahasan kedua RUU itu. ”RUU itu, 100 persen tidak bisa diselesaikan oleh DPR sekarang,” ujar Martin Hutabarat, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Gerindra. Dia menambahkan, jika dilakukan pembahasan secara terus-menerus, diperkirakan butuh waktu dua tahun untuk menyelesaikan kedua RUU itu (Kompas, 1/8).
PertanyaanDengan pertimbangan itu, sikap pemerintah dan DPR yang tetap berusaha membahas kedua RUU itu menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat, terutama pegiat anti korupsi. Apalagi, pembahasan kedua RUU itu selama ini cenderung tertutup dan kurang membuka wacana publik. Padahal, masyarakat perlu mengetahui dan mengawasi proses legislasi di DPR.
Sejumlah delik korupsi yang selama ini diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memang telah diambil alih RUU KUHP. Namun, ketentuan itu dimasukkan dalam bab terpisah dengan judul bab berbeda serta bercampur dengan delik umum. Hal tersebut menimbulkan implikasi yuridis terhadap kewenangan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan KPK yang hanya dapat dilakukan terhadap pidana korupsi, yang merupakan tindak pidana khusus.
Terkait hal ini, KPK, akademisi, masyarakat, dan seluruh elemen bangsa perlu mendorong pemerintah untuk menarik draf RUU KUHAP dan RUU KUHP dari DPR dan kemudian memperbaikinya agar berpihak pada pemberantasan korupsi. (DMU)
Kompas 03092014 Hal. 3
”RUU (KUHAP dan KUHP) itu bukan hanya melemahkan, tetapi juga cenderung membubarkan KPK,” ujar Ruhut.
Selama ini, pemerintah dan Komisi III DPR tetap berusaha membahas RUU KUHAP dan KUHP. Padahal, dengan jabatan yang akan berakhir pada 30 September, hampir dapat dipastikan DPR periode saat ini tidak akan dapat menyelesaikan pembahasan kedua RUU itu. ”RUU itu, 100 persen tidak bisa diselesaikan oleh DPR sekarang,” ujar Martin Hutabarat, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Gerindra. Dia menambahkan, jika dilakukan pembahasan secara terus-menerus, diperkirakan butuh waktu dua tahun untuk menyelesaikan kedua RUU itu (Kompas, 1/8).
PertanyaanDengan pertimbangan itu, sikap pemerintah dan DPR yang tetap berusaha membahas kedua RUU itu menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat, terutama pegiat anti korupsi. Apalagi, pembahasan kedua RUU itu selama ini cenderung tertutup dan kurang membuka wacana publik. Padahal, masyarakat perlu mengetahui dan mengawasi proses legislasi di DPR.
Sejumlah delik korupsi yang selama ini diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memang telah diambil alih RUU KUHP. Namun, ketentuan itu dimasukkan dalam bab terpisah dengan judul bab berbeda serta bercampur dengan delik umum. Hal tersebut menimbulkan implikasi yuridis terhadap kewenangan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan KPK yang hanya dapat dilakukan terhadap pidana korupsi, yang merupakan tindak pidana khusus.
Terkait hal ini, KPK, akademisi, masyarakat, dan seluruh elemen bangsa perlu mendorong pemerintah untuk menarik draf RUU KUHAP dan RUU KUHP dari DPR dan kemudian memperbaikinya agar berpihak pada pemberantasan korupsi. (DMU)
Kompas 03092014 Hal. 3