JAKARTA – Rencana pasokan gas dari Blok West Natuna untuk PT PLNBatam, anak usaha PT PLN (Persero), sampai sekarang belum juga terealisasi. Upaya mengalirkan gas ke domestik ini masih terkendala pembangunan pipa yang belum juga selesai.
Kepala Divisi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Gas PLN Suryadi Mardjoeki mengatakan, untuk mendapatkan pasokan gas dari Blok West Natuna, pihaknya harus membangun pipa dari pembangkit listrik di Batam hingga Pulau Pemping. Pembangunan ruas pipa ini disebutnya berlangsung cukup cepat.
“Kalau untuk ruas pipa dari Pemping ke Batam, perkiraannya selesai pertengahan tahun depan, sekitar Agustus-September,” kata dia di Jakarta, Senin (1/9).
Pembangunan pipa dari fasilitas penerimaan gas (onshore receiving facility/ORF) di Pulau Pemping ke PLTGU Tanjung Uncang Batam itu dilakukan oleh Konsorsium PT Batam Trans Gasindo. Proyek senilai US$ 49,8 juta ini dibangun dengan skema built on transfer (BOT) di mana PLN akan mencicil biaya konstruksi selama 10 tahun sebelum akhirnya pipa tersebut menjadi milik PLN Batam.
Pipa Pemping sepanjang 13,5 kilometer dengan diameter 16 inch ini akan berkapasitas 125 juta british thermal unit (mmbtu). Pipa tersebut nantinya akanmengalirkan gas dari Lapangan Gajah Baru PT Premiere Oil Natuna Sea BV ke PLTG milik PT Universal Batam Energy (UBE) dan PLTGU Tanjung Uncang milik PLN Batam masing-masing 20 juta kaki kubik per hari (million standard cubic feet per day/mmscfd). Selanjutnya, PLN Batam mendapat 35 mmscfd dan UBE hanya 15 mmscfd.
Namun, lanjut Suryadi, pembangunan pipa dari Pulau Pemping hingga ke Blok West Natuna yang masih belum ada kepastian selesainya. Pembangunan pipa ruas ini disebutnya menjadi tanggung jawab pihak kontraktor minyak dan gas di hulu.
“Awalnya memang PLN mau bangun semuanya, tetapi kemudian dibagi dua di mana ruas pipa dari Pemping ke Blok West Natuna menjadi tanggung jawab KKKS (kontraktor kontrak kerja sama,” jelas dia.
Padahal, pembangkit listrik milik UBE mulai akhir tahun ini sudah bisa beroperasi. Sehingga, menurut Suryadi, pembangkit ini sudah membutuhan gas sebesar 15 mmscfd pada akhir tahun ini juga. Sementara pipa dari Batam hingga Blok West Natuna belum siap mengalirkan gas.
Untuk mengatasi hal tersebut, papar dia, pihaknya akan mengupayakan pasokan gas dari Lapangan Jambi Merang yang dikelola Joint Operating Body (JOB) Per tamina Hulu Energi-Talisman setelah jumper selesai dibangun. Pasokan untuk PLTGU UBE sebesar 25 mmscfd dari Jambi Merang itu seharusnya adalah jatah untuk PLTGU Suoh Sekicau.
Sementara PLTGU Suoh Sekicau akan memperoleh pasokan gas dari Conoco Philips. “Kami sedang membahas dengan Conoco Philips untuk bisa dapat pasokan 70 mmscfd, 40 untuk Suoh Sekicau dan 30 untuk Lampung,” ujar dia.
Sebelumnya, Direktur Utama Dadan Koerniadipoera menambahkan, pembangunan pipa dan pembangkit gas baru sangat diperlukan untuk menopang pasokan listrik di Batam. Pertumbuhan kebutuhan setrum di pulau tersebut setiap tahunnya yaitu 9%. Beban puncak diperkirakan akan mencapai 360 MW pada 2015 nanti.
“Kalau tidak ada tambahan listrik, nanti bisa terjadi pemadaman bergilir,” kata dia. Dengan adanya pasokan gas dari Pipa Pem ping untuk dua pembangkit baru, maka kapasitas pembangkit akan bertambah 190 MW. PLTG milik UBE direncanakan berkapasitas 2 x 35 MW dengan investasi sebesar US$ 60 juta. Sementara PLTGU Tanjung Uncang berkapasitas 120 MWmemiliki nilai investasi Rp 1,1 triliun.
Selesainya Pipa Pempingmaka akanmerealisasikan satu-satunya pasokan dari Blok West Natuna ke domestik. Selama ini, pasokan gas dari blok tersebut seluruhnya diekspor melalui west natuna transportation system (WNTS) ke Singapura. Meskipun PLN Batam selama ini sudah mendapat gas dan tidak lagi memakai bahan bakar minyak (BBM), pasokan tersebut diperolehnya dari Blok Koridor, Grissik yang digarap oleh ConocoPhilips. PLN Batam dan produsen listrik swasta (IPP) di Batam mendapat pasokan gas sebesar 40 mmscfd. Pemakaian gas dan penghentian konsumsi BBM, membuat PLN Batam bisa menekan biaya produksi menjadi Rp 1.148/kilowatt hour (kWh). (ayu)
Investor Daily, 2 September 2014, hal. 9