Tren LDR Masih Meningkat: Perbanas : Tunda Pengesahaan RUU Perbankan

JAKARTA – Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) berharap, Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2009-2014 dapat menunda penyusunan dan pengesahan Rencana Undang-Undang (RUU) Perbankan. Pasalnya, UU tersebut berpeluang tidak akan berlaku jika tidak disetujui oleh pemerintah baru.
Ketua UmumPerbanas Sigit Pramono menjelaskan, pihaknya tidak ingin melarang apabila DPR ingin tetap me­ lanjutkan pembahasan RUU Perbank­ an. Sebab, Perbanas hanya sekadar menyarankan, sebaliknya penyusunan maupun pengesahan RUU Perbankan diserahkan kepada anggota Komisi XI DPR periode 2014-2019. Sementara saat ini, jelas dia, lebih penting menyusun rencana jangka panjang atau cetak biru perbankan nasional untuk 10-20 tahun mendatang.
“Dengan cetak biru, kami (perbank­ an Indonesia) punya kejelasan. Visi pembangunan negara ini juga jelas mau akan seperti apa,” kata dia pada jumpa pers Indonesian Banking Expo (Ibex) 2014 di Jakarta, Rabu (27/8).
Terkait pembangunan negara, Sigit berharap, peraturan pembatasan kepemilikan asing sebaiknya tidak perlu panjang penjelasannya pada RUU Perbankan. Sebaliknya, pembahasan tersebut akan jauh lebih baik jika mendetail pada cetak biru perbankan nasional.
Melalui cetak biru, tutur dia, industri subtitusi impor prioritas juga dapat ditentukan. Perbanas ingin mengajak semua pemangku kepentingan untuk mendorong industri potensial. “Jika pemerintah tidak memihak untuk pengembangan industri ter tentu, bank akan melihatnya sebagai suatu industri yang tidak terlalu berprospek. Tetapi, kalau ada keperpihakan dari pemerintah, bank akan melihat industri tersebut prospektif,” jelas dia.
Ia menjelaskan, industri perintis umumnya belum bisa menyampaikan laporan keuangan yang baik. Oleh karena itu, Sigit berharap, nantinya Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat menetapkan aturan yang berbeda kepada industri tersebut dalam lima tahun pertama.
Pada kesempatan itu, ia juga mengomentasi kondisi rasio kredit terhadap simpanan (loan to deposit ratio/LDR) bank umum semester I-2014. Menurut Sigit, dengan kondisi LDR bank umum yang mencapai 90,25%, bank-bank tentunya akan mencoba mengerem pertumbuhan kredit. Jadi, pertumbuhan kredit tidak akan seperti sebelumnya karena kondisi likuiditas juga ketat.
Mengenai per tumbuhan kredit, Perbanas menegaskan, sebaiknya jangan berekspetasi tinggi ke bank umum terkait perencanaan permodalan. Sigit menilai, kondisi LDR pada pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla nanti tidak akan semulus pada awal masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. “Kami memprediksi, kondisi loan to deposit ratio hingga akhir tahun 2014 akan naik. Tetapi, pertumbuhannya tidak akan sampai 20%,” ujar dia.
Selain itu, ia menegaskan, bank jangan disalahkan terkait dengan lambatnya pembangunan di daerah luar Pulau Jawa. Pasalnya, kunci pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan yang harus dapat disebar ke seluruh pelosok. Jadi, sebaiknya, pemerintah daerah harus memulai inisiatif membangun daerahnya. “Karena sulit kalau harus bank yang mulai merintis,” ungkap dia.
Sigit juga berharap, terkait penerapan asas resiprokal untukmenghadapi masyarakat ekonomi Asean (MEA) sebaiknya pemerintah Indonesia tidak perlu terlalu memaksakan diri.
Sebab, jelas dia, membuka cabang di luar negeri belum tentu menarik. Jadi, sebaiknya pemerintah fokus untuk memperketat bank asing di Tanah air. “Karena pasar Indonesia masih potensial,” jelas dia.
Tetapi, ia menegaskan, negara ini sebaiknya jangan lantas menjadi antiasing. Pasalnya, keberadaan bank asing juga ada sisi positifnya. “Tidak masalah, selama kar yawan yang bekerja di bank asing adalah warga negara Indonesia (WNI) dan bank asing tersebut membayar pajak dengan baik,” papar dia.
Sementara itu, tahun ini, Perbanas kembali menyelenggarakan Indonesian Banking Expo (Ibex) 2014 yang diadakan pada 28-30 Agustus 2014. Ibex 2014 mengangkat tema Peran Aktif perbankan Dalam Mendorong Perkembangan Industri Substitusi Impor untuk Mewujudkan Ekonomi Berdikari.
Penyelenggaraan Ibex tahun ini merupakan yang keempat kalinya. Acara ini akan diawali denagn sosialisasi kepada anak-anak muda melalui kegiatan writing competations, entrepreneurship games, dan banking race. Selain itu, juga ada seminar, pameran, dan terobosan layanan perbankan nasional hingga sejarah, serta karya mitra binaan bank-bank nasional.
Ibex 2014, jelas Sigit, berbeda dengan yang sebelumnya. Sebab, dulu acara ini hanya diadakan untuk bank sehingga manfaatnya terbatas. Namun, sekarang Perbanas ingin menjadikan acara ini sebagai ajang pertukaran ide antara masyarakat dan pelaku industri perbankan untuk menghadapi MEA 2015. “Melalui Ibex, generasi muda dapat melihat secara langsung sejarah dan kontribusi perbankan terhadap perekonomian bangsa,” tutur dia.
Cetak Biru Perbankan
Sebelumnya, Sigit mengatakan, hal penting lain yang perlu tertuang dalam cetak biru adalah apakah Indonesia perlu memiliki satu bank terkuat di Asia Tenggara. Sebab, saat ini PT Bank Mandiri (Persero) Tbk berada di urutan ke delapan di Asia Tenggara. “Jika negara ini memang memerlukan kemajuan Bank Mandiri, pemerintah harus bekerja keras untuk mewujudkannya. Untuk itu, diperlukan cetak biru,” tutur dia.
Selain itu, jelas dia, melalui cetak biru perbankan nasional dapat dipertimbangkanmengenai Indonesia perlu atau tidak memiliki bank khusus dan konteksnya akan seperti apa. Kemudian, pemerintah juga akan dapat fokus untuk meningkatkan bank badan usaha milik negara (BUMN). Pasalnya, kalau posisi bank BUMN tidak dijaga, bank swasta akan mengejar dan jauh lebih berkembang.
Sigit mengatakan, kegagalan peme­ rintah untuk menggabungkan Bank Mandiri dengan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) juga karena Indonesia belum memiliki cetak biru. Hal tersebut ironis karena pemerintah sebagai kedua bank itu, tidak dapat mewujudkan rencana penyatuan. Padahal, kalau negara ini di masa mendatang mau melakukan konsolidasi perbankan nasional yang termudah adalahmelalui BUMN yang pemiliknya sama.
“Karenamemang tidak ada kejelasan pada rencana jangka panjang Indonesia. Apakah nanti keempat bankBUMN itu, dapat menjadi dua atau bank yang lebih besar dapat mengakuisisi bank yang paling kecil,” ungkap dia.
Ketidakmampuan pemerintah menggabungkan kedua bank tersebut menunjukkan negara ini tertinggal selangkah dari Malaysia. Sigit menuturkan, pada waktu krisis ekonomi tahun1998, Malaysia langsung melakukan konsolidasi bank. Bank-bank di sana dipaksa untuk menyetujui keinginan pemerintah.
Saat ini Perbanas sudah menyusun sumbangan pemikiran, yaitu cetak biru perbankan nasional. Ia mengungkapkan, pihaknya sudah menyampaikannya kepada seluruh pemangku
Investor Daily, Kamis 28 Agustus 2014, Hal. 13

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Recent Posts

Comments are closed.