JAKARTA, KOMPAS — Rancangan Undang-Undang Perbankan secara eksplisit membatasi kepemilikan saham oleh investor asing pada perbankan nasional maksimal 40 persen dari total saham. Namun, investor asing masih bisa memiliki lebih dari 40 persen saham jika memenuhi sejumlah persyaratan.Ketua Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Perbankan dan Wakil Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Harry Azhar Aziz, Rabu (27/8), di Jakarta, menjelaskan, persetujuan mengenai kepemilikan saham investor asing lebih dari 40 persen itu menjadi kewenangan DPR.
”Ada tiga syarat yang harus dipenuhi oleh investor asing, yakni bank dalam kondisi sehat, tata kelola baik, dan berkontribusi bagi perekonomian nasional. Syarat itu harus diverifikasi oleh Otoritas Jasa Keuangan, lalu DPR memutuskan apakah investor asing bisa memiliki saham lebih dari 40 persen atau tidak,” kata Harry.
RUU Perbankan merupakan inisiatif DPR yang dibahas sekitar setahun dan ditargetkan selesai sebelum masa kerja DPR 2009-2014. Namun, mengingat masa kerja pemerintah saat ini segera berakhir, RUU Perbankan kemungkinan besar akan diserahkan oleh pemerintah sekarang kepada pemerintah mendatang. Pemerintah dan panitia khusus DPR masa kerja 2014-2019 akan melanjutkan pembahasan RUU itu agar disahkan menjadi undang-undang.
Perbankan adalah industri strategis dan vital dalam perekonomian nasional. Aset industri perbankan Indonesia per Juni 2014 mencapai Rp 5.198 triliun, tumbuh 16,5 persen dari aset pada Juni 2013 sebesar Rp 4.461,78 triliun.
Ketua Umum Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional Sigit Pramono menjelaskan, pembatasan kepemilikan saham investor asing pada perbankan nasional perlu didukung. ”Namun, pembatasan 40 persen itu perlu diperjelas dari mana asalnya dan mengapa 40 persen. Jangan-jangan, angka itu terlalu kecil atau bisa juga terlalu besar,” katanya.
Menurut Sigit, RUU Perbankan penting bagi kelangsungan industri perbankan nasional. Pembahasannya tidak boleh tergesa-gesa. Dia justru mengusulkan agar DPR lebih dahulu membahas perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No 23/1999 tentang Bank Indonesia.
”Setelah terbit UU tentang Otoritas Jasa Keuangan, tugas BI berubah, sementara UU tentang BI belum berubah. DPR seharusnya memprioritaskan UU tentang BI sebelum membahas RUU Perbankan,” kata Sigit. (AHA)
Kompas 28082014 Hal. 20
”Ada tiga syarat yang harus dipenuhi oleh investor asing, yakni bank dalam kondisi sehat, tata kelola baik, dan berkontribusi bagi perekonomian nasional. Syarat itu harus diverifikasi oleh Otoritas Jasa Keuangan, lalu DPR memutuskan apakah investor asing bisa memiliki saham lebih dari 40 persen atau tidak,” kata Harry.
RUU Perbankan merupakan inisiatif DPR yang dibahas sekitar setahun dan ditargetkan selesai sebelum masa kerja DPR 2009-2014. Namun, mengingat masa kerja pemerintah saat ini segera berakhir, RUU Perbankan kemungkinan besar akan diserahkan oleh pemerintah sekarang kepada pemerintah mendatang. Pemerintah dan panitia khusus DPR masa kerja 2014-2019 akan melanjutkan pembahasan RUU itu agar disahkan menjadi undang-undang.
Perbankan adalah industri strategis dan vital dalam perekonomian nasional. Aset industri perbankan Indonesia per Juni 2014 mencapai Rp 5.198 triliun, tumbuh 16,5 persen dari aset pada Juni 2013 sebesar Rp 4.461,78 triliun.
Ketua Umum Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional Sigit Pramono menjelaskan, pembatasan kepemilikan saham investor asing pada perbankan nasional perlu didukung. ”Namun, pembatasan 40 persen itu perlu diperjelas dari mana asalnya dan mengapa 40 persen. Jangan-jangan, angka itu terlalu kecil atau bisa juga terlalu besar,” katanya.
Menurut Sigit, RUU Perbankan penting bagi kelangsungan industri perbankan nasional. Pembahasannya tidak boleh tergesa-gesa. Dia justru mengusulkan agar DPR lebih dahulu membahas perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No 23/1999 tentang Bank Indonesia.
”Setelah terbit UU tentang Otoritas Jasa Keuangan, tugas BI berubah, sementara UU tentang BI belum berubah. DPR seharusnya memprioritaskan UU tentang BI sebelum membahas RUU Perbankan,” kata Sigit. (AHA)
Kompas 28082014 Hal. 20